Rabu, 11 Desember 2013

FAN FICTION - HARRY POTTER AND THE NEW GATE 3




                Mereka bertiga terdiam karena mereka tau bahwa mereka bertiga salah saat membolos, meninggalkan jam pelajaran Proffessor Snape. Lagi-lagi mereka bertiga yang kena batunya. Harry, Hermione, Ron, Hagrid, Dumbledore, dan Snape menuju ke koridor dimana patung es itu berada. Snape mengeluarkan tongkatnya dan mengarahkan pada patung es itu.
                ‘‘Ini mantra‘‘, tegas Snape.
                ‘‘Ya benar, ini mantra pembeku, membuatnya menjadi patung es‘‘, timpal Hermione.
                ‘‘Kau yang melakukannya? Darimana kau tahu bahwa ini mantra itu?‘‘, kata Snape.
                ‘‘Tentu dari buku-buku di perpustakaan‘‘, sahut Ron sinis.
                ‘‘Tapi siapa gadis ini? Wajahnya asing‘‘, tanya Hagrid dengan menoleh pada Dumbledore.
                ‘’Aku pun tak tahu, pakaiannya juga asing, sepertinya bukan pelajar sini’’, timpal Dumbledore.
                “Isecinoy Reberwilumsolea’’, ucap Profesor Snape seraya mengayunkan tongkatnya.
                Mantra tersebut bekerja, patung es tersebut mencair dan gadis berambut pirang tersebut bergerak, tidak lagi diam. Azka memandangi Professor Dumbledore dengan tatapan kagum, dilihatnya Dumbledore dari kepala sampai kaki. Janggutnya yang panjang dan berwarna putih sungguh membuat Azka takjub dan Azka memperkirakan usia Dumbledore dalam hatinya. Di sebelah Dumbledore, terdapat sosok yang sangat besar, sungguh besar, tingginya hampir 2 kali dari tinggi Azka saat ini. Dalam hatinya pula, Azka memikirkan berapa tinggi dan berat tubuh dari sosok tersebut yang tak lain adalah Hagrid. Azka terkagum-kagum dan terpesona hingga tak sadarkan bahwa es tersebut telah mencair semua.
                ‘‘Kau, kau, siapa?‘‘, tanya Ron dengan gagap.
                ‘‘Kenalkan, aku Azka, mahasiswi universitas Oxford, jurusan musik‘‘, kata Azka.
                ‘‘Oxford? Universitas Oxford? Mana itu? Kami tak pernah mendengarnya‘‘, kata Hermione.
‘‘Kau tak tau? Itu universitas ternama di Inggris, masakan kau tak tau?‘‘, jawab Azka.
Proffesor Dumbledore, Proffesor Snape, dan Hagrid hanya terdiam, berpikir, siapa sesungguhnya gadis aneh ini.
‘‘Proffesor, mungkin dia berasal dari dunia lain‘‘, kata Harry sambil menatap Dumbledore.
‘‘Dunia lain bagaimana? Aku juga manusia‘‘, tegas Azka.
‘‘Kau tau, dimana tempatmu berada saat ini?‘‘, tanya Snape.
‘‘Tidak, aku tak tau, yang jelas tempat ini ajaib, menakjubkan, luar biasa‘‘, kata Azka.
‘‘Lantas, apa yang kau lakukan disini?‘‘, tanya Hagrid.
‘‘Entahlah, akupun tak mengerti mengapa aku disini. Aku hanya melewati gerbang di kota London, kemudian aku tiba di tempat ini. Aku berkeliling di sana-sini dan ada seorang laki-laki yang menanyai aku dan menganggapku aneh. Aku mengikuti dia hingga di koridor ini, kemudian dia membentakku dan mengucapkan kata-kata aneh, dan aku tak tahu apa yang terjadi berikutnya‘‘, ucap Azka menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
                ‘‘Apakah lelaki itu ini?‘‘, tanya Snape sambil menunjuk kepada Harry.
                ‘’Bukan, bukan dia, lelaki itu tak berkacamata, walaupun dia sama-sama menggunakan jubbah seperti ini. Tapi di jubahnya, ada tulisan Slytherin. ’’, ungkap Azka.
                ‘’Hermione, kau bawa Azka ke asrama putri Griffindor. Ron, kau ikut Hagrid menuju ruang makan dan makan siang ini kita kumpulkan semua pelajar. Harry dan Proffesor Snape, ikut aku ke ruang kepala sekolah‘‘, ucap Proffesor Dumbledore dengan bijaksana.
                Di ruang kepala sekolah, Dumbledore, Snape, dan Harry mendiskusikan apa yang sebenarnya terjadi. Berbagai hipotesis dilontarkan, mengenai kebocoran peron ¾ , mengenai pintu gerbang Hogwart yang keamanannya tidak terjaga, bahkan pintu gerbang baru yang menghubungkan antara Hogwart dan dunia luar. Satu kesimpulan besar ditarik, yakni Azka memang bukan dari dunia Hogwart dengan pertimbangan cara berpakaiannya yang berbeda, asalnya, dan segala sesuatu yang Azka lakukan.
                Sementara itu, di asrama putri Griffindor, Azka bersama dengan Hermione. Berbagai pertanyaan aneh dilontarkan Aazka kepada Hermione, mulai dari berapa usia Dumbledore, berapa tinggi dan berat badan Hagrid, berapa banyak hamburger yang dimakan Hagrid tiap hari, berapa banyak pelajar di sini, bagaimana bisa ada orang yang tembus pandang di koridor tua dekat kamar mandi, bagaimana bisa alat musik bermain sendiri dengan indahnya di ruang musik, bagaimana bisa lukisan juga dapat berbicara bahkan memuji kehebatannya dalam memainkan harmonika, dan lain-lain. Hingga Hermione capek untuk menjawab dan mengatakan bahwa semuanya adalah sihir.
                ‘‘Apa katamu? Sihir? Memang menakjubkan, tapi tak rasional‘‘, kata Azka.
                ‘‘Ya, memang semuanya adalah sihir. Inilah sekolah kami, Hogwart, sekolah tempat para penyihir‘‘, tegas Hermione.
                ‘‘Ini tak dapat dipercaya, bagaimana mungkin ada sihir di era modern ini?‘’, Azka heran.
                ‘’Duniamu dan dunia kami mungkin memang benar berbeda, tapi inilah keadaan di sini sesungguhnya, ini sekolah para manusia yang berdarah penyihir. Buktinya, ketika kau terdiam di koridor, ketika kau tak sadarkan diri tadi itu, kau telah dimantrai oleh seseorang’’, jelas Hermione.
                ‘’Mungkin iya, ini benar-benar membuatku gila‘‘, kata Azka tak habis pikir.
                ‘’Iya, benar, itu karena dunia kita berbeda. Bagaimana mungkin pula kau bisa masuk ke Hogwart ini? Itu masih jadi permasalahan besar bagi kami‘‘, kata Hermione.
                ‘‘Entahlah, yang aku ingat hanyalah ketika aku melangkahkan kakiku masuk ke gerbang London, aku malah masuk ke sini, tiba di tempat yang indah ini. Lantas siapa yang memantraiku tadi? Apa tujuannya aku dimantrai?‘‘, tanya Azka.
                ‘‘Aku tak mengerti dengan pasti, namun pasti itu adalah seorang siswa dari asrama Slytherin. Kau tadi menyebutnya sedemikian kan?‘‘, kata Hermione.
                ‘‘Iya, yang aku ingat hanya itu‘‘, kata Azka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar