Rabu, 08 April 2015

TUGAS BIOKIMIA - ARTIKEL ILMIAH - Pengaruh Diet Protein, Lemak, dan Vitamin B dalam Upaya Penyembuhan Penyakit Menorrhagia

Pengaruh Diet Protein, Lemak, dan Vitamin B dalam Upaya Penyembuhan Penyakit Menorrhagia
Oleh :
Airin Levina (101411231038), Dessy Nur Fadzila (101411231039), Alifatuz Zahrah (101411231041), Mulki Auly Poetry (101411231042), Devi Puspasari (101411231043), Diana Rizqi Fauziyah (101411231044)
Program Studi S1 Ilmu Gizi
Universitas Airlangga Surabaya
Tahun Akademik 2014/2015

Topik:
Gangguan menstruasi yang disebabkan kurang teratur dalam konsumsi makanan sehingga berpengaruh kepada keseimbangan hormon
Rumusan masalah:
Bagaimana pengaruh nutrisi terhadap keseimbangan hormon sebagai terapi pada penderita menorrhagia yang merupakan salah satu gangguan menstruasi?

Menorrhagia adalah salah satu kondisi medis saat periode menstruasi pada wanita usia produktif dengan pendarahan yang abnormal berupa menstruasi yang berat atau berkepanjangan. Meskipun pendarahan berat saat menstruasi sering terjadi pada wanita yang premenopause, hal tersebut belum bisa dikatakan sebagai menorrhagia[1]. Hasil penelitian membuktikan bahwa menorrhagia terjadi jika darah yang dikeluarkan lebih dari 80 ml per periode menstruasi[2]. Rata-rata banyaknya darah yang hilang pada wanita normal selama satu periode menstruasi telah ditentukan oleh beberapa kelompok peneliti, yaitu 25-60 ml[3].
Menorrhagia disebabkan oleh kekurangan hormon progesteron. Progesteron merupakan suatu prekursor dari semua produksi hormon steroid yang disekresikan di ovarium[4]. Hormon progesteron disintesis di jaringan perifer dengan substrat LDL (Low Density Lipoprotein). Proses sintesis tersebut dipengaruhi oleh enzim-enzim yang berbahan flavoprotein, NADPH, dan oksigen, sedangkan aktivitas pembelahan LDL dipengaruhi oleh rangsangan tropik utama, yaitu ACTH, LH, FSH, dan CG.
Setelah diproduksi, hormon tersebut ditransportasikan dengan cara berikatan dengan protein plasma, baik secara spesifik, maupun secara non-spesifik. Secara spesifik, hormon progesteron diikat oleh protein plasma CBG (Corticosteroid Binding Globulin). Selain mengikat hormon progesteron, CBG juga dapat mengikat hormon kortisol. Secara non-spesifik, hormon progresteron diikat oleh albumin.
Proses penyintesisan hormon progesteron ataupun proses transportasi menuju jaringan target yang terganggu menyebabkan hormon progesteron tidak mencapai jaringan target, sehingga tidak terjadi respon yang sesuai, yakni menyebabkan gangguan menstruasi berupa menorrhagia. Proses transportasi yang terhambat tersebut karena kekurangan albumin dan globulin yang merupakan protein transporter[5].
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengobati menorrhagia adalah dengan terapi makanan. Proses-proses sintesis dan transportasi dari hormon progesteron bergantung pada berbagai zat. LDL sebagai bahan utama pembentukan hormon progesteron dibentuk dengan sumber zat gizi berupa lemak dan protein. Enzim-enzim dari reaksi tersebut, misalnya flavoenzim terbentuk dari vitamin B2 (Ribovlavin) dan NADPH terbentuk dari vitamin B3 (Niacin). Selain itu, terapi pengobatan menorrhagia dapat menggunakan prostaglandin inhibitors (nonsteroidal anti-inflammatory medications (NSAIDs), seperti aspirin dan ibuprofen untuk mengurangi aliran darah[6].
 .


Daftar Pustaka

1.      Staff, MC. 2014. Menorrhagia (heavy menstrual bleeding). http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/menorrhagia/basics/definition/con-20021959. Diakses pada 8 April 2015

2.      Willacy, H. 2014. Menorrhagia. http://www.patient.co.uk/doctor/menorrhagia. Diakses pada 8 April 2015

3.      Roza D.  Menstruasi. Medan:Universitas Sumatra Utara; 2011. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27264/Chapter%20II.pdf;jsessionid=3E5DFA7467AA446184208FEA54DADDD5?sequence=4. Diakses pada 8 April 2015

4.      Robert KM., Daryl KG., Victor WR. Harper’s Illustrated Biochemistry: Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG; 2009 h. 459-476

5.      Anwar R. Biosintesis, Sekresi dan Mekanisme Kerja Hormon. Jurnal. Bandung: Fakultas Kedokteran Unpad; 2005 h. 5-26

6.      Andriani, N. 2012. Menorrhagia. https://www.scribd.com/doc/72153019. Diakses pada 8 April 2015



Senin, 06 April 2015

KAITAN BIOETIKA, NORMA, BUDAYA, DAN AGAMA


Bioetika didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan untuk mempertahankan hidup dan terpusat pada penggunaan ilmu-ilmu biologi untuk memperbaiki mutu kehidupan. Kehidupan sendiri mencakup pada norma (nilai hidup), budaya, dan agama. Bioetika merupakan jembatan antara ilmu pengetahuan dan etika kemanusiaan, dimana etika kemanusiaan bersumber dari norma, budaya, dan agama di tiap-tiap masyarakat.
            Dengan demikian, bioetika sangat terkait dengan norma, budaya, dan agama di masyarakat. Norma, budaya, dan agama tersebut merupakan sumber, yang menilai etis tidaknya suatu tindakan penelitian yang akan dilakukan demi kemajuan ilmu pengetahuan dan untuk memperbaiki mutu kehidupan. Norma, budaya, dan agama menjadi saringan dan pedoman yang mengatur dan membatasi kegiatan penelitian ilmiah di segala cabang ilmu, baik kedokteran, gizi, pertanian, ekologi, rekayasa genetika, dan lain-lain.
            Studi kasus I : mengenai “Euthanasia“.
Euthanasia didefinisikan sebagai tindakan pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit seminimal mungkin daripada manusia atau hewan tersebut tersiksa, mengalami kesakitan, akibat penyakit yang dideritanya tidak kunjung sembuh. Tindakan Eutanasia masih pro-kontra di berbagai belahan dunia. Ada beberapa negara yang melegalkan tindakan medis ini, ada juga yang tidak melegalkan tindakan ini. Di negara Indonesia, tindakan ini adalah tindakan yang illegal yang melawan hukum. Namun, faktanya tindakan ini masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Di satu sisi, tindakan euthanasia merupakan tindakan yang meringankan penderitaan pasien, karena pasien sudah terlalu lama menderita penyakit dan menjalani pengobatan tapi tidak kunjung sembuh. Belas kasihan juga muncul kepada keluarga pasien yang sudah mengeluarkan banyak biaya pengobatan. Namun di lain sisi, ditinjau dari sisi norma, budaya, dan agama, hal ini tidak benar untuk dilakukan. Kematian bersifat sakral, hanya Tuhan yang mengatur kematian. Tindakan euthanasia dianggap sebagai tindakan pembunuhan. Manusia tidak berhak untuk mencabut atau menghilangkan nyawa manusia lain.
Studi kasus II : mengenai “kloning”.
Kloning adalah salah satu kegiatan ilmiah menciptakan makhluk hidup, yang dilakukan dengan mengambil DNA makhluk hidup sebagai bahan untuk membuat klonnya. Seperti tujuan bioetik, tindakan kloning ini bertujuan untuk memperbaiki mutu kehidupan. Klon yang terbentuk memiliki sifat-sifat asli seperti yang dimiliki oleh pemilik DNA. Dengan adanya klon ini, diharapkan dapat menolong si pemilik DNA ketika dia jatuh sakit. Misalnya ketika si pemilik DNA memerlukan transplantasi organ, maka organ dari klonnya dapat diambil untuk ditransplantasikan kepadanya. Dengan demikian, maka kelangsungan hidup si pemilik DNA akan terjamin. Sejauh ini, klon masih diperbolehkan dilakukan pada hewan. Klon tidak boleh dilakukan pada manusia, karena menimbang dari sisi norma, budaya, dan agama, hidup matinya seseorang hanya ada di tangan Tuhan. Manusia tidak berhak mencabut, mengurangi, maupun menambah umur manusia lain. Hanya Tuhan saja yang berhak melakukannya.

Demikian beberapa contoh tindakan pengembangan keilmuan. Memang baik mengembangkan dan memajukan keilmuan guna memperbaiki mutu kehidupan. Namun, alangkah baiknya pula jika tindakan tersebut dibatasi dan diimbangi dengan nilai norma, budaya, dan agama. Penelitian boleh dilakukan selama itu menghargai hak-hak hidup dari makhluk ciptaan Tuhan dan benar jika ditinjau dari nilai norma, budaya, dan agama. Excellent with morality.