Kamis, 31 Desember 2015

Analisis Aspek Sosial Serta Model Konseling Pada Lansia

1.      Pengertian Lansia
Pengertian lanjut usia (lansia) ialah manusia yang berumur di atas usia 60 tahun dan masih hidup. Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi,1999;8).
Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi
tiga kelompok yakni :
- Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia
- Kelompok lansia (65 tahun ke atas)
- Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70
tahun.
Usia tua atau sering disebut senescence merupakan suatu periode dari rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahan atau penurunan fungsi tubuh, biasanya mulai pada usia yang berbeda untuk individu yang berbeda (Papalia, 2001). Memasuki usia lanjut biasanya dudahului oleh penyakit kronis, kemungkinan untuk ditinggalkan pasangan, pemeberhentian aktivitas atau kerja dan tantangan untuk mengalihkan energi dan kemampuan ke peran baru dalam keluarga, pekerjaan dan hubungan intim (Wolman, 1982).

1.      Lansia Dipandang Melalui Aspek Sosial, Biologi dan Ekonomi
Secara sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda (Suara Pembaharuan 14 Maret 1997).
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat.

2.      Kebutuhan Lansia
Lansia memiliki banyak kebutuhan dalam hidupnya agar dapat hidup dengan mandiri. Kebutuhan ini sejalan dengan pendapat Maslow dalam Koswara (1991) yang menyatakan bahwa kebutuhan manusia meliputi :
(1) Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, dan fasilitas fasilitas kesehatan.
(2) Kebutuhan sosial (social needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia lain melalui paguyuban, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan  hobby dan sebagainya.

3.      Aspek Hubungan Sosial pada Lansia
Menurut Lilian Troll, menemukan bahwa lansia yang berhubungan dekat dengan keluarganya mempunyai kecenderungan lebih sedikit untuk stress dibanding lansia yang hubunganny jauh. Terdapat tiga aspek hubungan sosial tersebut antara lain : 
a.      Friendship
Laura Carstensen menyimpulkan bahwa orang cenderung mencari teman dekat dibandingkan dengan teman baru ketika mereka semakin tua. Penelitian ini membuktikan bahwa lansia perempuan yang tidak memiliki teman baik kurang puas akan hidupnya dibanding yang mempunyai teman baik.
Seseorang yang berusia lanjut akan mengalami perubahan-perubahan akibat penurunan fungsi sistem tubuh. Salah satu perubahan tersebut adalah perubahan kejiwaan dan fisik. Masalah kesehatan jiwa lansia yang sering muncul adalah gangguan proses pikir yang ditandai dengan lupa, pikun, bingung, dan curiga, dan gangguan perasaan ditandai dengan perasaan kelelahan, acuh tak acuh, tersinggung, sedangkan gangguan fisik/somatik meliputi gangguan pola tidur, gangguan makan dan minum, gangguan perilaku yang ditandai dengan enggan berhubungan dengan orang lain, dan ketidakmampuan merawat diri sendiri(Wijayanti,2008).
Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin (2002) fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lanjut usia kurang cekatan.
Pada akhirnya ditemukan korelasi antara kemunduran fisik yang dialamai seorang lansia akan berpengaruh terhadap hubungan pertemanannya. Menurunnya koordinasi tubuh, gangguan fungsi kognitif dan psikomotorik akhirnya akan membentuk perilaku menutup diri dan enggan berhubungan dengan orang lain terutama orang baru.
b.      Social Support
Menurut penelitian, dukungan sosial dapat membantu individu untuk mengatasi masalahnya secara efektif. Dukungan sosial juga dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental pada lansia. Dukungan sosial berhubungan dengan pengurangan gejala penyakit dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri akan perawatan kesehatan. Toni Antonucci, menyimpulkan bahwa interaksi sosial dengan orang yang menyediakan dukungan sosial memberikan pandangan yang lebih positif mengenai dirinya kepada orang-orang tua tersebut.
Dukungan sosial juga memengaruhi kesehatan mental dari para orang tua tersebut. para orang tua yang mengalami depresi memiliki jaringan sosial yang kecil, mengalami masalah dalam berinteraksi dengan anggota dalam jaringan sosial yang mereka miliki, dan sering mengalami pengalaman kehilangan dalam hidup mereka. Pernyataan ini didukung oleh penelitian dari Mishra, Bagga, Nalini, Chadha & Kanwar (dalam Mishra,2004), yang menemukan bahwa lansia yang tinggal di suatu institusi menderita kesepian dan merasa tidak puas karena terpisah dari keluarga dan komunitas yang lebih luas. Mereka juga menemukan bahwa lansia yang tinggal dalam suatu institusi merasa lebih kesepian daripada yang tidak tinggal dalam suatu institusi yang diakibatkan juga karena kurangnya dukungan sosial yang mereka terima.
Dukungan sosial sendiri mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain, atau kelompok kepada individu (Sarafino,2006). Untuk memperoleh dukungan sosial tersebut para lansia perlu berinteraksi dengan orang lain seperti kontak sosial. Dukungan sosial mungkin saja datang dari berbagai pihak, tetapi dukungan sosial yang amat bermakna dalam kaitannya dengan masalah kesepian adalah dukungan sosial yang  bersumber dari mereka yang memiliki kedekatan emosional, seperti anggota keluarga dan kerabat dekat (Gunarsa,2004). Biasanya dukungan sosial ini tidak didapatkan dari kelurga terdekat misalkan dari anak-anaknya dikarenakan kesibukan dari anak-anaknya, maka sebagian lansia akan membentuk komunitas atau perkumpulan sebagai manifestasi dukungan sosial yang mereka butuhkan.
c.       Integrasi Sosial
Integrasi sosial memainkan peranan yang sangat penting pada kehidupan lansia. Kondisi kesepian dan terisolasi secara sosial akan menjadi faktor yang beresiko bagi kesehatan lansia. Sebuah studi menemukan bahwa dengan menjadi bagian dari jaringan sosial, hal ini akan berdampak pada lamanya masa hidup terutama pada laki-laki.
Integrasi sosial merupakan evaluasi terhadap kualitas hubungan seseorang dengan masyarakat dan dengan komunitasnya. Integrasi merupakan suatu tingkatan ketika seseorang merasa bahwa dirinya memiliki kesamaan dengan orang lain pada kenyataannya, dan ia memang merupakan milik komunitas dan masyarakatnya. Diindikasikan oleh perasaan menjadi bagian dari lingkungan sekitar, serta berpikir bahwa ia memiliki, merasa didukung dan berbagi kebersamaan dengan lingkungan sekitar (Indriana,2011).
Pada waktu seseorang memasuki masa usia lanjut atau 60 tahun ke atas, akan mengalami berbagai perubahan sosial. Meskipun kehidupan sosial menurun, tetapi akan mengalami pergantian. Aktivitas yang menurun berhubungan dengan menurunnya kemampuan fisik, dapat diganti aktivitas baru yang tidak tergantung pada energi fisik. Hilangnya peran-peran sosial dapat diganti dengan peran-peran yang baru. Demikian juga partisipasi sosial yang menurun dapat diganti dengan meningkatnya partisipasi dalam bidang yang berbeda, seperti peningkatan partisipasi sosial dalam bidang keagamaan.

4.      Faktor-faktor yang Harus Diperhatikan Lansia
a.       Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap lingkungan sekitarnya untuk menghindari terjadinya depresi, stress, paranoia, dan gangguan lain dengan cara :
1.      Melakukan komunikasi dengan keluarga, teman maupun tetangga sekitar
2.      Melakukan aktivitas yang sesuai minat dan kemampuannya untuk mengisi waktu luang
3.      Berkumpul bersama teman-teman semasa sekolah/ kerja dan membuat teman baru untuk menggantikan mereka yang telah meninggal atau yang telah pindah
Adapun bagi keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang lanjut usia adalah:
1.      Memberikan kenyamanan dengan suasana keluarga yang bahagia dan harmonis
2.      Memberikan semangat dalam diri lansia untuk tetap produkiv dalam hidupnya
3.      Memberikan semangat dalam hal spiritual untuk mengurangi perasaan takut atau khawatir dalam diri lansia

5.      Rancangan Konseling Bagi Lansia
Berdasarkan pada penurunan kemampuan cognitive dan fisik serta keadaan sosial dari lansia maka rancangan konseling bagi lansia haruslah sesuai dengan keadaan tersebut agar konseling dapat mencapai tujuan. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah :
-          Konseling dimulai dengan pemberian dukungan sosial berupa motivasi, perhatian dan kasih sayang sehingga lansia merasa lebih diperhatikan dan dihargai
-          Konseling dapat dilakukan dengan cara ikut serta dalam kegiatan yang digemari oleh lansia seperti dilakukan dalam komunitas atau perkumpulan yang diikuti lansia
-          Saran yang diberikan hendaknya sesuai dengan fungsi cognitive dari lansia. Saran yang diberikan haruslah singkat dan diberikan satu per satu.
-          Konseling dapat melibatkan orang-orang terdekat dari lansia tersebut seperti keluarga atau pengasuh


DAFTAR PUSTAKA

            Adriani,Merryana & Wirjatmadi,Bambang. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Jakarta : Kencana Prenadamedia Group
            Indriana,dkk. 2011. Religiositas, Keberadaan Pasangan dan Kesejahteraan Sosial (Social Well Being) pada Lansia Binaan PMI Cabang Semarang. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Jurnal Psikologi Undip Vol.10.no:2
            Marini,Liza & Hayati,Sari. 2012. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Kesepian pada Lansia di Perkumpulan Lansia Habibi dan Habibah. Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Jurnal
            Wijayanti. 2008. Hubungan Kondisi Fisik RTT Lansia terhadap Kondisi Sosial Lansia. Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman. Vol.7.no: 1

Selasa, 29 Desember 2015

Kuliah FOOD IDEOLOGY SYSTEM - Antropologi Gizi

Food ideology à sikap, kepercayaan, kebiasaan yang dapat mempengaruhi pola makan dan gizi
 Kadang, masyarakat membuat ideology sendiri terkait sebab-akibat antara makan dan kesehatan.

FOOD BELIEF à kepercayaan tentang kesehatan dalam artian yang lebih luas ; meliputi makan dan dampak
Misalkan : Orang menolak injeksi insulin, karena diabet yang dialami dianggap sbg dosa yang terakumulasi sejak muda (di Mexico)

FOOD and FOLK MEDICINE à pangan terkait pengobatan tradisional
-          Hot and cold dichotomy / yin yang (china)
Dasar pengobatan tradisional
Makanan digolongkan dalam kelompok panas (yang), netral, dan dingin (yin) dan harus dikonsumsi secara seimbang.  Daging masuk kelompok panas, sayuran termasuk kelompok dingin
-         Hot, cold, cool trichotomy – Mexico
Penyakit dalam kategori panas, harus diberi makanan dalam kategori dingin

Konsep hot-cold dalam kesehatan reproduksi (Sanjur, 1982) : (belum tentu benar secara ilmiah)
-          Wanita dianggap hangat pada saat menstruasi, sehingga disarankan menghindari makanan dingin spy tdk mengalami kram
-          Pada Ibu menyusui, makanan hangat dan panas dianggap memperlancar pemberian ASI, dan sebaliknya


Contoh food belief yang berhubungan dengan folk medicine:
-          Di Indonesia, makanan-makanan yang dapat memperlancarkan ASI (lactogague) : daun katuk, daun semeloh (di Madura), torbangun (di Batak)

Di era modern, food belief yang ada industry dan marketing membangun image dan presepsi tertentu
Misal : eat/drink Milo to run faster


PENGKLASIFIKASIAN MAKANAN TERKAIT BUDAYA
-          Cultural super food : melekat kuat, susah untuk diganti
Biasanya berupa makanan pokok , sumber kalori
Misal : Beras di Asia tenggara ; Jagung di Mexico dan Amerika Tengah ; Gandum di Eropa ; yams di Afrika barat
-          Prestige food : makanan dianggap punya status, biasanya disajikan dalam acara penting atau untuk menjamu orang penting. Status dikaitkan dengan biaya, cara memperoleh, seringkali sumber protein, sulit didapat atau diolah, liar, impor, dll
Misal : sirip hiu, lobster, truffle, dll
-          Sympathetic magic food : property magis makanan dapat berpindah kpd orang yg mengonsumsinya
Misal di India : kenari, berbentuk spt otak, org yang mengonsumsinya dipercaya dapat cerdas
-          Physiological groups food : makanan dianggap dapat menguntungkan dan merugikan bg orang dapat kondisi fisiologi tertentu
Missal : Ikan tidak baik untuk anak-anak krn dinggap penyebab kecacingan ; di Puerto Rico, anak dalam kondisi sakit tidak diberikan telur dan susu.




FOOD TABOO
Taboo = dilarang, forbidden
Dibedakan menjadi :
1.       Permanen Food Taboo à terkait dengan religi
Misal: orang Muslim dan Yahudi tidak boleh makan darah dan babi
Orang Hindu tidak makan daging sapi, karena sapi dianggap suci
2.       Temporary Food Taboo à dilarang makan makanan tertentu saat kondisi fisiologi tertentu
Misal : ketika hamil dilarang makan nanas ; makan kangkung mnyebabkan rematik ; tidak boleh makan pisang dempet karena dianggap menyebabkan anak kembar siam ; makan kemangi menyebabkan ari-ari lengket.
Padahal à kangkung kaya zat besi, ari2 lengket disebabkan Karena riwayat bumil yang punya banyak anak, kembar siam terjadi karena pembelahan sel telur yang tidak sempurna, dll

FOOD FAD à Istilah popular
Terkait pada pola makan/diet tertentu untuk tujuan perubahan / manfaat jangka pendek
Biasanya terjadi pd individu yang:
-          Percaya pertolongan instan bagi kesehatannya
-          Mis-trust
-          Model
-          Stres people
Penyebab Food Fad:
-          Faktor internal --> dari motivasi orang tsb
-          Faktor Eksternal --> dari social, budaya, iklan, dll
Contoh food fad:
·         Konsumsi suplemen berlebihan
·         Diet penurunan BB secara instan
·         Diet vegetarian tanpa dasar yg jelas
·         Konsumsi natural food
·         Konsumsi pangan organik
·         Dll

Konsekuensi dari food fad :
-          Konsekuensi Ekonomi: perlu biaya yang lebih mahal

-          Konsekuensi kesehatan : vegetarian rentan mengalami anemia, dll

PENENTUAN STATUS MINERAL SECARA BIOKIMIA

Penentuan status gizi meliputi berbagai jenis, diantaranya adalah secara biokimia. Penentuan status gizi juga dilakukan untuk menilai kecukupan ataukan terjadi defisiensi dari suatu zat gizi, baik makronutrien, maupun mikronutrien. Berikut adalah penentuan status gizi beberapa mineral secara biokimia, khususnya dengan melihat kadar serum:

1. Kalsium
Kadar normal kalsium dalam serum pada orang dewasa adalah 9 to 11 mg/100 ml.
Kalsium sebagian besar tersimpan dalam tulang.
Kalsium berfungsi sebagai salah satu penyusun tulang. Selain itu, kalsium juga berperan dalam pembekuan darah dan dalam kontraksi otot.

2. Fosfor
Dalam tubuh, fosfor memiliki beberapa bentuk, diantaranya adalah sebagai fosfat inorganik.
Kadar serum normal fosfat inorganik adalah:
Pada dewasa : 2.5 to 4.5 mg %
Pada anak: 4 to 6 mg %
Dalam tubuh, fosfor berinteraksi dengan kalsium, dimana penyimpanannya banyak dalam bentuk kalsium hidroksiapatit. Fosfor juga merupakan komponen pembentuk tulang dan gigi. Selain itu, fosfor banyak terlibat sebagai kofaktor dalam reaksi metabolisme energi.

3. Magnesium
Konsentrasi Mg dalam serum orang dewasa sekitar 0,85 mmol/L dengan range 0,7-1,0 mmol/L
Dalam tubuh, magnesium berbentuk sebagai kation magnesium, yang memiliki muatan +2.
Magnesium berfungsi dalam relaksasi otot, dimana fungsi ini berbalikan dengan fungsi kalsium, yakni dalam kontraksi otot.
Kekurangan magnesium dalam tubuh dapat menyebabkan terjadinya kejang otot, dimana otot akan terus berkontraksi dan tidak dapat berelaksasi.

4. Natrium
Kadar normal natrium dalam darah: 130 to 145 mEq/L
Kadar normal natrium di intracellular dalam bentuk Na+ : 10 mEq/L
Rata-rata kadar natrium normal dalam serum pada orang dewasa adalah 142 mEq/L
Natrium berkaitan dengan tekanan darah, dimana kadar natrium akan berbanding lurus dengan tekanan darah. Yang artinya, kebanyakan natrium dapat memperbesar risiko terjadinya hipertensi atau tekanan darah tinggi.

5. Kalium
Rata-rata konsentrasi kalium dalam cairan intraseluler adalah 150 mEq/L .
Rata-rata konsentrasi kalium dalam cairan ekstraseluler adalah sekitar 3.5 to 5.0 mEq/L.
Kadar normal kalium dalam serum adalah 3 to 5.0 mEq/L
Fungsi kalium berbalikan dengan natrium. Jika natrium berperan dalam menaikkan tekanan darah, kalium sebaliknya, kalium berperan dalam menurunkan tekanan darah.

6. Klor
Konsentrasi klor dalam serum adalah 105 mEq/L.
Fungsi klor adalah mempertahankan tekanan osmotik dalam tubuh. Fungsi ini dijalankan oleh klor besama dengan kalium dan natrium.

7. Iodin
Dalam tubuh orang dewasa, iodin yang ada sekitar 50 mg
Sedangkan kadar iodin dalam plasma adalah 4-8 μg per 100 ml dari protein pembawa iodin.
Fungsi iodin dalam tubuh berkaitan erat dengan fungsi kelenjar tiroid.

8. Zink
Kadar normal : 10-15 μmol/L dalam serum
Metabolisme Zink dalam tubuh berkaitan erat dengan metabolisme protein.
Fungsi Zink sendiri adalah sebagai kofaktor dalam berbagai reaksi metabolisme tubuh. Kekurangan Zink akan menyebabkan dwarfisme atau tubuh pendek dan terhambatnya pertumbuhan. Ini juga berkaitan erat dengan kekurang protein.

9. Selenium
Rata-rata untuk orang dewasa normal : 0.5-2.5 μmol/L
Selenium sendiri berfungsi sebagai antioksidan dalam tubuh, yaitu dalam bentuk enzim glutahionin selenium peroksidase. Sebagai antioksidan, selenium menangkap radikal bebas yang berkeliaran dalam tubuh. Jika dibiarkan, radikal bebas ini akan merusak sel-sel tubuh dan akibatnya tubuh akan mengalami gangguan kesehatan.

Masih banyak mineral lain yang terdapat dalam tubuh, namun beberapa mineral yang saya ulas diatas, kiranya cukup membantu dan menambah wawasan anda sekalian. Sekian dan trimakasih. Gbu

Sumber : Essensial Biochemistry of Medical Student ; Nutrition Assessment (Gibson)

Rabu, 09 Desember 2015

WAWANCARA DALAM RISET KOMUNIKASI


                Riset diartikan sebagai penelitian secara umum. Kata riset berasal dari Bahasa Latin, yaitu “re”, yang berarti lagi, dan ’‘cercier“, yang berarti mencari. Secara harafiah, riset dapat dikatakan sebagai pencarian ulang terhadap sesuatu. Riset komunikasi berarti mencari atau menemukan sesuatu yang baru dalam ranah komunikasi. Dalam suatu riset, baik kualitatif maupun kuantitatif, diperlukan suatu metode yang digunakan guna mendapatkan data. Salah satu metode yang sering digunakan oleh para peneliti adalah metode wawancara.
                Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data guna memperoleh informasi yang didapatkan langsung dari sumbernya. Dalam Bahasa Inggris, wawancara disebut sebagai ‘‘interview“, yang berarti percakapan antara dua orang atau lebih. Wawancara juga dapat dikatakan sebagai perbincangan atau percakapan antara pewawancara dengan narasumber atau responden guna menggali informasi mengenai suatu topik tertentu. Dalam wawancara, peneliti terjun ke lapangan atau masyarakat, mengumpulkan data dengan berbicara atau bercakap-cakap dengan masyarakat secara langsung.
                Wawancara bertujuan utama untuk menggali informasi serta mendapatkan data dari responden. Fungsi wawancara dalam riset komunikasi digolongkan menjadi 3, yaitu sebagai metode primer, metode sekunder, dan kriterium. Wawancara sebagai metode primer berarti wawancara dilakukan sebagai cara utama untuk mengumpulkan data. Hal ini berarti memang metode wawancaralah yang dipilih sebagai metode dalam menggali informasi sebagai data riset atau penelitian, walaupun ada banyak metode lainnya yang sebenarnya dapat digunakan. Kemudian, sebagai metode sekunder, wawancara dilakukan ketika tidak ada metode atau cara lain yang dapat digunakan untuk memperoleh data. Hal ini berarti wawancara dilakukan karena terpaksa, sebagai cara atau langkah satu-satunya dalam mengumpulkan data. Sedangkan, wawancara sebagai kriterium berarti wawancara dilakukan dan digunakan sebagai cara untuk mengoreksi kebenaran suatu kumpulan data yang telah diperoleh dari metode lain. Dalam fungsinya sebagai kriterium, wawancara digunakan sebagai metode akhir, yakni dalam verifikasi data, apakah data yang didapat dengan cara metode lain tersebut sudah relevan ataukah tidak.
                Berdasarkan jumlah responden, wawancara dikelompokkan menjadi wawancara kelompok dan pribadi. Wawancara pribadi berarti pewawancara hanya menggali informasi dari satu orang narasumber saja. Sedangkan wawancara kelompok, berarti pewawancara menggali informasi dari dua atau lebih narasumber secara bersamaan. Dasar dari pemilihan jenis wawancara ini didasarkan kepada tujuan awal dari penelitian atau riset, dalam hal ini adalah riset komunikasi. Kebanyakan peneliti menggunakan wawancara pribadi untuk memperoleh data guna risetnya, namun wawancara pribadi tersebut dilakukan kepada banyak responden.
                Dalam riset komunikasi yang menggunakan metode wawancara, secara umum ada tiga tahap dalam teknik wawancara. Tiga tahap tersebut adalah tahap persiapan, pelaksanaan, dan paska wawancara. Setiap peneliti yang menggunakan metode wawancara guna mendapatkan data harus memahami, memperhatikan, dan melakukan ketiga tahapan dalam teknik wawancara ini guna keefektifan dan keefisienan. Ketiga tahap ini runtut, tidak dapat dibolak-balik atau dilewatkan satupun. Dengan tidak melakukan ketiga tahap ini secara lengkap, maka proses wawancara tidak akan berjalan secara lancar, efektif, dan efisien. Misalkan saja, seseorang pewawancara atau peneliti mengabaikan tahap persiapan, maka tahap pelaksanaan wawancara pun akan terganggu. Bisa jadi, pelaksaan wawancara akan kacau, karena pewawancara akan blank karena tidak mempersiapkan apapun, khususnya pertanyaan.
                Pada tahap persiapan wawancara, peneliti sebagai pewawancara, menentukan topik atau  tema wawancara. Dimana dalam riset komunikasi, topik atau tema wawancara ini ditentukan dari topik penelitian dan data apa yang ingin didapatkan dalam wawancara untuk menunjang pelaksanaan penelitian yang dilakukan. Setelah menentukan topik wawancara, peneliti diharapkan memahami masalah yang akan ditanyakannya dalam wawancara sekaligus peneliti mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada narasumber. Kemudian, peneliti menentukan siapa yang akan menjadi narasumbernya. Narasumber adalah orang-orang yang berkaitan dan mengerti dengan baik mengenai permasalahan atau topik yang diangkat. Setelah menentukan narasumber, peneliti menghubungi narasumber dan membuat janji dengan narasumber, atau jika narasumber tidak ditentukan secara spesifik, misalkan narasumber adalah warga di suatu desa, peneliti dapat langsung mendatangi desa tersebut dan melakukan wawancara kepada warga. Namun, sekali lagi, pewawancara perlu mempersiapkan topik dan pertanyaan yang akan diajukan.
                Dalam tahap penyusunan pertanyaan dalam wawancara ini, pertanyaan dapat digolongkan menjadi pertanyaan terbuka maupun pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka memiliki jawaban dengan pola penjelasan, jadi narasumber menjawab pertanyaan tersebut dengan menjelaskannya. Pertanyaan tertutup memiliki jawaban yang lebih sempit, misalkan “ya” atau “tidak, “sudah” atau “belum”, dan sebagainya. Masing-masing dari jenis pertanyaan tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan. Pertanyaan terbuka dapat membuat narasumber bercerita dan menjelaskan tentang topik yang dimaksud dengan sedemikian rupa. Namun, kekurangannya adalah pewawancara atau peneliti tidak bisa mengontrol narasumber, bisa saja narasumber bertele-tele dan menyimpang dari topik wawancara. Sedangkan pertanyaan tertutup memiliki kelebihan yakni jawaban dari narasumber singkat, padat, namun terbatas. Dengan mengajukan pertanyaan tertutup, sejujurnya pewawancara dapat menghemat waktu, langsung kepada sasaran jawaban yang diinginkan oleh pewawancara atau peneliti, dan pewawancara dapat mengontrol jalannya situasi. Namun, tidak akan terbangun kedekatan antara pewawancara dan narasumber, selain itu biasanya pertanyaan tertutup akan membuat responden jenuh dan jawaban yang diberikan kurang detail. Pemilihan penggunaan jenis pertanyaan terbuka atau tertutup kembali lagi kepada peneliti atau pewawancara, kembali disesuaikan dengan tujuan dan maksud dari wawancara, data apa yang akan diharapkan dari wawancara, yang sekiranya membantu pelaksanaan penelitian.
                Setelah tahap persiapan, berikutnya adalah tahap pelaksanaan. Tahap pelaksanan ini adalah tahapan dimana peneliti bertemu dengan narasumber. Ketika bertemu dengan narasumber dan melakukan wawancara, peneliti disarankan untuk memakai pakaian yang sopan dan rapi, menggunakan bahasa yang komunikatif, yaitu jelas dan dapat dimengerti oleh narasumber. Hal awal yang dilakukan oleh peneliti untuk membuka sesi wawancara adalah perkenalan diri dan penyampaian maksud atau tujuan dari wawancara tersebut. Peneliti juga dapat menanyakan dan mencatat identitas dari narasumber jika diperlukan. Peneliti juga diharapkan dapat menciptakan keakraban dengan narasumber, sehingga narasumber dapat merasa nyaman. Kemudian, peneliti selaku pewawancara dapat menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada narasumber. Peneliti juga disarankan untuk merekam proses wawancara menggunakan alat perekam atau mencatat hal-hal pokok sebagai hasil wawancara yang didapat dari jawaban narasumber.
                Kemudian, tahap yang terakhir adalah tahap paska wawancara. Dalam tahap ini, peneliti yang telah melakukan wawancara dan mendapatkan jawaban dari wawancara tersebut, menganalisis hasil wawancara. Guna dari catatan atau rekaman yang digunakan saat wawancara adalah untuk membantu dan memudahkan pewawancara atau peneliti dalam merangkum hasil wawancara dan membuatnya menjadi data dalam riset komunikasi. Kemudian, data tersebut diinterpretasikan dalam tahapan riset komunikasi ini.
                Dalam tahapan wawancara, ada beberapa sikap yang perlu diperhatikan oleh pewawancara, diantaranya adalah memfokuskan diri pada lawan bicara. Dengan ini, lawan bicara, yaitu narasumber, dapat merasa nyaman dan dihargai oleh pewawancara. Selain itu, pewawancara fokus kepada topik pembicaraan guna menjalankan wawancara secara efektif dan efisien. Pewawancara juga harus sabar terhadap narasumber jika narasumber keluar dari topik pembicaraan, sebaliknya, pewawancara harus mengembalikan pembicaraan kepada topik yang sudah ditentukan. Jika ada hal-hal kurang jelas, pewawancara dapat melakukan verifikasi kembali. Hal ini dilakukan supaya data yang didapatkan benar-benar valid. Volume dan intonasi suara dari pewawancara harus diperhatikan pula. Hal ini dimaksudkan supaya narasumber nyaman dalam proses wawancara. Volume yang kurang keras atau terlalu keras, serta intonasi yang tidak jelas dapat mengganggu dan menurunkan efetifitas dalam proses wawancara. Setelah melakukan proses wawancara, pewawancara juga harus mengucapkan terimakasih kepada narasumber. Alangkah lebih baik juga jika pewawancara memberikan kompensasi atau hadiah kepada narasumber atas informasi yang telah mereka berikan, kesediaan, dan waktu yang mereka luangkan.
                Dalam proses wawancara terkadang juga dijumpai kesalahan interpretasi. Kesalahan tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan presepsi dari narasumber dan pewawancara. Ketika narasumber memberikan jawabannya, bisa saja pewawancara tidak menangkap secara total dan jeli apa yang menjadi maksud dari narasumber. Hal ini biasanya terjadi ketika pewawancara menanyakan pertanyaan terbuka dan narasumber menjawabnya lebih dari satu ide pokok. Kesalahan lain dapat disebabkan karena pengajuan pertanyaan tambahan oleh pewawancara atau peneliti dalam suatu riset karena “mempertanyakan” maksud dari jawaban narasumber sebelumnya sehingga pembicaraan menjadi tidak terkontrol dan meluap ke topik lain. Selain itu, kesalahan juga dapat disebabkan karena responden yang tidak kompeten. Responden yang tidak kompeten maksudnya adalah responden yang asal jawab, menjawab dengan tidak benar dan tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Jika pewawancara atau peneliti menemui responden yang demikian, alangkah lebih baik jika pewawancara mengakhiri proses wawancara. Kesalahan-kesalahan dalam proses wawancara sebaiknya diminimalisir dan dihindari, sebab kesalahan-kesalahan pasti akan berdampak dan mengganggu proses berjalannya riset komunikasi.
                Wawancara adalah salah satu metode yang dapat dilakukan guna pengumpulkan data dalam suatu riset. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam proses wawancara. Pewawancara yang baik hendaknya memperhatikan etika wawancara, sehingga proses wawancara dan pengumpulan informasi dapat berjalan sesuai dengan keinginan yang diharapkan dan tujuan dari riset komunikasipun dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Kriyantono, Rachmat. 2009. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Malang: Kencana Prenada Media Group.
Hadi, Ido Priyono. 2001. Wawancara. http://faculty.petra.ac.id/ido/courses/11_wawancara.pdf. Di akses tanggal 7 Desember 2015
Indrawati., Damayanti, Lira Fesia. 2010. Psikodiagnostik III : Interview. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195010101980022.SITI_WURYAN_INDRAWATI/PD3_wawancara.pdf. Diakses tanggal 7 Desember 2015.
Farouk.2004. Praktik Ilmu Komunikasi. Teraju



Kamis, 13 Agustus 2015

New Academic Years

I'm so busy, so I can't update this blog
I'm so grateful that I can pass my first years at university
Praise to the Lord, I got good grade hehe
In this new academic year, i hope bisa mempertahankan nilai, being active in organizations, getting scholarship, and still teaching. Baik scara privat maupun di rumah singgah.. :)
May God Bless us..

Sabtu, 18 Juli 2015

LATIHAN SOAL MATEMATIKA SMP































UKURAN PERHITUNGAN RATE - EPIDEMIOLOGI

Dalam epidemiologi, rate (laju) adalah pengukuran frekuensi dari sebuah kejadian dalam populasi tertentu dan dalam waktu yang tertentu pula.  Jenis rate meliputi:
A.    UKURAN ANGKA KEMATIAN (MORTALITAS)
Yaitu ukuran yang menunjukkan kejadian kematian, meliputi jumlah kematian berdasarkan tingkat/jenjang kehidupan. Pada umumnya, kematian disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: status penyakit, penurunan fungsi organ vital, dan penyebab lingkungan (seperti bencana alam) serta penyebab sosial (seperti bunuh diri). Berikut macam-macam rate sebagai ukuran angka kematian:
1.      Case Fatality Rate (CFR)
Yaitu jumlah kematian oleh suatu penyakit dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) dibandingkan dengan jumlah orang yang menderita penyakit tersebut dalam jangka waktu yang sama.
Manfaat perhitungan Case Fatality Rate adalah mengetahui penyakit-penyakit dengan tingkat kematian tinggi, sehingga promosi kesehatan terhadap penyakit tersebut harus digalakkan dan fasilitas layanan kesehatan tanggap dalam menghadapi penyakit tersebut, sehingga angka kematian (kefatalan) dapat ditekan.

2.      Infant Mortality Rate (IMR) / Angka Kematian Bayi (AKB)
Yaitu jumlah seluruh kematian bayi yang berusia kurang dari satu tahun, yang dicatat selama satu tahun per seribu kelahiran hidup pada tahun yang sama.
Infant Mortality Rate digunakan sebagai indikator derajat kesehatan masyarakat, karena kondisi tubuh bayi yang lebih rentan terhadap gangguan penyakit.

3.      Maternal Mortality Rate (MMR) / Angka Kematian Ibu (AKI)
Yaitu jumlah kematian ibu dalam satu tahun per seribu kelahiran hidup. Kematian ibu ini disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan, maupun masa nifas.
Dengan perhitungan Maternal Mortality Rate (MMR) diperoleh manfaat yakni mengetahui:
-          Tingkat sosial ekonomi
-          Status kesehatan ibu pada masa kehamilan, persalinan, maupun nifas
-          Tingkat pelayanan kesehatan selama ibu hamil, melahirkan, ataupun masa nifas

4.      Crude Death Rate (CDR) / Angka Kematian Kasar (AKK)
Yaitu jumlah seluruh kematian dalam suatu jangka waktu tertentu dibandingkan jumlah seluruh populasi pada pertengahan jangka waktu tersebut.
Perhitungan ini disebut kasar karena jumlah kematian yang dihitung adalah seluruhnya, tidak melihat jenis kelamin, usia, penyebab , maupun variabel lainnya.

5.      Fetal Death Rate (FDR) / Angka Kematian Janin (AKJ)
Yaitu angka kematian janin (bayi) yang baru lahir yang dicatat selama satu tahun per jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama.
Fetal Death Rate dikatakan juga sebagai janin (bayi) yang lahir mati, yaitu ketika keluar dari rahim, ia tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

6.      Age Specific Death Rate (ASDR) / Angka Kematian Spesifik menurut Umur
Yaitu jumlah kematian menurut kelompok umur. Manfaat dari perhitungan ini adalah mengetahui dan mendeskripsikan kelompok mana yang memiliki taraf kesehatan tinggi, selain itu untuk mempresiksikan angka harapan hidup dalam suatu wilayah atau populasi.

7.      Under Five Mortality Rate (UFMR) / Angka Kematian Balita
Yaitu jumlah kematian balita yang dicatat selama satu tahun per seribu balita yang hidup pada tahun yang sama.
Secara perkembangan kognitif, balita belum terlalu peka terhadap bahaya di sekitarnya, sehingga risiko kematiannya lebih tinggi daripada orang dewasa.
Manfaat perhitungan Under Five Mortality Rate adalah mengetahui status kesehatan balita dan tingkat penjagaan orang tua terhadap balita.

8.      Perinatal Mortality Rate (PMR) / Angka Kematian Perinatal (AKP)
Yaitu jumlah kematian janin yang dilahirkan pada usia kehamilan 28 minggu atau lebih ditambah jumlah kematian bayi yang berumur kurang dari tujuh hari yang dicatat selama satu tahun per seribu kelahiran hidup pada tahun yang sama (WHO, 1981).
Tercatat bahwa periode yang paling besar risiko kematiannya adalah periode perinatal dan periode usia diatas 60 tahun.

Perinatal Mortality Rate dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
-          Banyaknya bayi BBLR (berat bayi lahir rendah)
-          Status gizi ibu, khususnya selama kehamilan
-          Keadaan social dan ekonomi, seperti kemiskinan
-          Fasilitas layanan kesehatan, khususnya pertolongan persalinan
-          Penyakit infeksi

9.      Postneonatal Mortality Rate / Angka Kematian Pasca Neonatal
Yaitu jumlah kematian bayi yang berusia antara 28 hari sampai satu tahun, yang dicatat selama satu tahun per seribu kelahiran hidup pada tahun yang sama.
Tahun pertama kehidupan bayi adalah masa yang penting untuk memenuhi kebuuhan gizinya secara seimbang dan melindungi diri bayi dari infeksi, sebab bayi sangat rentan terhadap kematian.

10.  Neonatal Mortality Rate / Angka Kematian Neonatal (AKN)
Yaitu jumlah kematian bayi yang berumur kurang dari 28 hari yang dicatat selama satu tahun per seribu kelahiran hidup pada tahun yang sama.
Manfaat perhitungan Neonatal Mortality Rate adalah:
-          Mengetahui tingkat perawatan post-natal
-          Mengevaluasi dan memantau program imunisasi
-          Mengetahui tingkat layanan fasilitas kesehatan, khususnya dalam perhatian kepada bayi usia kurangdari 28 hari

11.  Cause Specific Mortality Rate / Spesific Death Rate / Angka Kematian Spesifik menurut Penyebab
Yaitu jumlah kematian dikarenakan suatu penyakit tertentu dalam suatu waktu tertentu dibandingkan jumlah populasi yang berisiko dalam pertengahan tahun tersebut.

12.  Sex-Specific Mortality Rate / Angka Kematian berdasarkan Jenis Kelamin
Yaitu angka kematian berdasarkan jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan. Numerator dan denominator terbatas pada salah satu jenis kelamin saja.
Misalkan: angka kematian karena kanker serviks. Maka, numerator adalah jumlah wanita yang meninggal karena kanker serviks pada suatu waktu dalam populasi tertentu dan denominatornya adalah jumlah wanita dalam populasi dan waktu tertentu itu pula.

13.  Race-Specific Mortality Rate / Angka Kematian berdasarkan Ras
Yaitu angka kematian berdasarkan ras tertentu. Numerator dan denominator terbatas pada salah satu ras saja.

14.  Homicide Mortality Rate / Angka Kematian karena pembunuhan
Yaitu angka kematian akibat pembunuhan. Perhitungan ini dapat digunakan untuk melihat tingkat kriminalitas dan keamanan di suatu daerah dalam suatu populasi tertentu.

15.  Years of Potential Life Lost (YPPL) Rate
Adalah potensi kehilangan hidup atau kematian per seribu orang dalam populasi dibawah angka harapan hidup, misalnya 65 tahun. Melalui YPLL dapat diketahui perbandingan kematian awal dari berbagai populasi yang berbeda.

B.     UKURAN ANGKA KELAHIRAN (NATALITAS)
1.      Crude Birth Rate / Laju Kelahiran Kasar
Yaitu jumlah kelahiran dalam suatu jangka waktu tertentu dibagi jumlah populasi pada pertengahan waktu tersebut.
CBR =  x k

2.      Crude Fertility Rate / Laju Fertilitas Kasar
Yaitu jumlah kelahiran dalam suatu jangka waktu tertentu dibagi jumlah populasi wanita usia produktif pada pertengahan jangka waktu tersebut.
CFR =  x k

3.      Crude Rate of Natural Increase / Laju Peningkatan Kelahiran Alami
Yaitu jumlah kelahiran dikurangi jumlah kematian pada suatu jangka waktu dibagi jumlah populasi pada pertengahan jangka waktu.
CRNI =  x k

C.    UKURAN ANGKA KESAKITAN (MORBIDITAS)
Yaitu ukuran yang menunjukkan kejadian suatu derajat kesakitan, cidera, atau gangguan penyakit pada suatu populasi.
Morbiditas lebih mengacu pada jumlah orang yang sakit dibandngan jumlah orang yang sehat atau yang berisiko pada suatu populasi. Ukuran angka kesakitan diantaranya:
1.      Incidence Rate / Laju Insiden
Adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan kejadian baru penyakit pada populasi dalam suatu waktu.
Incidence rate dikatakan pula sebagai perbandingan jumlah penderita baru suatu penyakit dalam jangka waktu tertentu (umumnya 1 tahun) dibandingan dengan jumlah populasi yang memiliki risiko sama pada pertengahan jangka waktu yang bersangkutan. Nilai incident rate yang tinggi menunjukkan rendahnya status kesehatan masyarakat.
Rumus:
Incidence Rate =
Person Time = lamanya orang dalam risiko dikalikan lamanya waktu paparan
Manfaat incidence rate, antara lain:
-          Mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi
-          Mengetahui risiko terkena masalah kesehatan tersebut
-          Mempersiapkan layanan kesehatan dalam tugasnya untuk menanggulangi masalah kesehatan tersebut

2.      Attack Rate
Adalah jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada waktu tertentu dibandingkan jumlah penduduk berisiko yang tinggal pada tempat tersebut dalam satu waktu yang sama.
Manfaat attack rate:
-          Memperkirakan derajat serangan atau penularan suatu penyakit
Makin tinggi nilai AR, maka makin tinggi derajat serangan atau penularan penyakit tersebut.

3.      Secondary Attack Rate
Adalah suatu penderita baru suatu penyakit yang terjangkit pada serangan kedua dibandingkan jumlah penduduk dikurangi penduduk yang telah terkena penyakit pada serangan pertama. Biasanya digunakan untuk menghitung suatu penyakit menular dalam populasi kecil.

4.      Period Prevalence Rate
Adalah jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit yang ditemukan dalam jangka waktu tertentu dibagi jumlah penduduk pada pertengahan jangka waktu tersebut.
Period Prevalence Rate lebih tepat digunakan untuk penyakit yang sulit diketahui saat munculnya, seperti penyakit kanker dan kelainan jiwa.

5.      Point Prevalence Rate
Adalah jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit yang ditemukan dalam suatu saat tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada saat itu.
Point Prevalence Rate dapat digunakan sebagai ukuran dalam penilaian kinerja dan mutu dari fasilitas layanan kesehatan.