Kamis, 20 September 2012

RESILANG

Siapa yang mengenalku? Aku hanya seorang murid dengan seragam yang kusam, turunan dari kakak-kakak panti yang dulu. Setiap hari aku berjalan dari Panti Asuhan, rumahku, ke sekolah, bersama dengan rekan-rekan sesama anak yatim piatu sepertiku. Ibu panti bilang, dulu ada seorang gadis yang menitipkan aku disini, saat itu umurku masih baru 3 hari. Siapa gadis itu? Apakah itu ibundaku? Aku tak tau, dan ada yang bisa aku lakukan untuk mencari keberadaan keluargaku. Hanya satu barang peninggalannya, yakni gelang yang aku pakai saat bayi yang tidak aku ketahui hingga saat ini, saat aku dititipkan di Panti Asuhan ini. Yang terpikirkan oleh aku dan ibu panti hanyalah bahwa aku adalah anak hasil hubungan pergaulan bebas, karena yang menitipkan aku di Panti adalah seorang gadis muda, usia sekitar belasan tahun. Di sekolah, aku bukan anak terpandai, aku hanya seorang pendiam, kutu buku, yang bermarkaskan di Perpustakaan setiap istirahat atau pelajaran kosong. Aku bukan seperti gadis-gadis lainnya, yang modis, yang selalu trend dengan model-model fashion terbaru, atau yang hang out setiap hari seusai sekolah. Karena aku tahu diri, aku harus membantu Ibu Pantiku seusai sekolah, haus membantu beliau menjaga adik-adik panti yang masih kecil, memberi mereka makan, mencucikan pakaian, bahkan juga mengajari adik-adik lainnya yang kesulitan belajar. Suatu kali, sekolahku kedatangan seorang guru baru, Guru Kimia, yang cantik, anggun, namun sederhana. Beliau bukan orang yang sombong ataupun killer, namun seorang yang ramah. Kabarnya, masih single. Belum menikah. Singkat cerita, aku dan guru kimia baru ini, dekat. Saling berkawan, dan saling bercerita satu sama lain yang berawal dari nilai kimiaku yang down, yang turun, dan beliau membimbing aku untuk belajar kimia secara privat, tanpa imbalan dana atau apapun itu. Karena beliaupun tau, bahwa aku hanya seorang gadis yang tumbuh di Panti Asuhan, yang pastinya berkekurangan dalam hal dana khususnya. Kami seperti adik dan kakak. Guru kimia tersebut sangat berbeda denganku, beliau cantik, anggun, rapi, dan tinggi. Hanya persamaan kami adalah kami sama-sama tidak memiliki keluarga. Aku tinggal di Panti Asuhan, sedangkan dia meninggalkan keluarga orang tuanya demi pendidikan. Dari mulutnya pernah terdengar cerita, bahwa ia dulunya hanya satu-satunya anak perempuan dalam keluarga. Anak perempuan terakhir dan memiliki 3 kakak laki-laki. Ibunya hanya pedagang ikan di pasar, ayahnya hanya petani di ladang. 3 orang kakak laki-lakinya semua bajingan, kerjaannya hanya sekolah menghabiskan uang tanpa memperoleh ilmu pengetahuan, setelah itu bermain kartu remi dan berjudi di pos tengah desa. Sebagai anak perempuan satu-satunya, keluarganya mengharapkan dia untuk tidak sekolah, tapi hanya ada di rumah, melakukan pekerjaan rumah tangga dan akhirnya adalah menikah dengan konglomerat desa. tentu saja, Guru Kimia ku yang satu ini tidak senang diperlakukan demikian, hingga akhirnya, ia tetap sekolah, berusaha dan rajin belajar guna memperoleh semua beasiswa hingga saat ini, Ia bisa menjadi guru kimia dengan title S2 tanpa biaya dari orang tuanya dan meninggalkan keluarganya yang kacau itu demi pendidikan ini. ya, setidaknya kehidupannya pun jadi lebih layak dan lebih indah, walaupun tanpa keluarga. daripada hidup dengan keluarga namun keluarganya kacau demikian. Ya, setidaknya dengan cerita-cerita tersebut, aku dapat memahaminya. Kami berdua sudah seperti saudara. Sekarang, setiap pulang sekolah, aku makan di rumahnya dan sekaligus belajar kimia. Jadi, jatah makananku di Panti, bisa di makan oleh adik-adik atau rekan-rekan Panti lainnya. Waktu berlalu, hari ini hari penerimaan hasil belajar semester genap, dan aku dinyatakan mendapat predikat 10 murid teladan, hal itu mengundang kebahagiaan ibu dan seluruh keluarga pantiku. Ibu panti memanggil aku di tengah-tengah makan malam di hari itu, ia memberikan gelang yang dulu ku pakai saat aku dititipkan oleh seorang gadis di Panti ini. Gelang itu berwarna hijau, seperti dari batu giok Cina. Tapi gelang itu kecil sekali, mungkin ya itu lah ukurang tanganku waktu masih bayi. Suatu kali, guru kimiaku, yang aku sebut dengan Kak Resi itu perlahan berencana untuk melanjutkan kembali studinya ke luar negeri, lagi-lagi, ia mendapatkan beasiswa untuk itu. Skor TOEFLnya mencapai 630. Kemampuan bahasa inggrisnya lancar luar biasa, otaknya pun berfungsi dengan sempurna. Jadi ya tentu saja, beasiswa dapat ia dapatkan dengan modal itu semua. Bulan itu, Juli, upacara pertama di tahun ajaran baru juga menjadi moment istimewa, yang mana kak Resi mengucapkan perpisahan. memberikan kesan dan pesan dan apalah sebagaiannya. malamnya, seperti biasa, kami makan malam bersama, mengucapkan permohonan maaf dan kesan serta pesan satu sama lain, kami pun memberikan kenang-kenangan satu sama lain. Ia memberiku semua buku-buku kimianya, temuan rumus-rumus baru yang ia otak-atik sendiri, dan yang pasti sebuah gaun berwarna hijau yang mungkin tak cocok untuk diriku yang buruk rupa. tapi ia berpesan, kalau suatu hari nanti bisa bertemu lagi. Aku harus memakai gaun tersebut dengan rambut panjang terurai tanpa kacamata, pokoknya anggun dan rapi. Sedangkan yang kuberi padanya hanyalah gelang peninggalan masa bayiku itu karena hal yang berharga, yang aku miliki hanya itu saja, tak ada lagi yang lainnya. mau beli sesuatupun, itu susah buatku, karena tak ada uang di kantongku. Saat aku memberikan gelang tersebut, ia bertanya darimana aku mendapatkan gelang ini dan aku menjawabnya kalau itu dari ibu Pantiku, tinggalan ibuku yang menitipkanku di panti tersebut. Aku terheran-heran, seakan-akan ada sesuatu yang aneh dari Kak Resi. Seakan ia sudah mengenali gelang tersebut. Di pandanginya gelang tersebut dengan seksama, dari ukurannya, warnanya, struktur dan teksturnya, hingga ada sebuah tulisan di batu gelang tersebut, tulisannya adalah "RESILANG". kak resi kaget, ia memandangku, dengan mata yang menahan air mata. ternyata, aku adalah adiknya, adik kandungnya, yang ia titipkan sendiri di Panti Asuhan, karena tak mau hidupku ada diantara keluarga yang kacau seperti yang dialaminya. Ia menceritakan semuanya, bahwa aku memang ia bawa pergi dan titipkan ke panti dan ia berkata kepada ibu kami bahwa aku diculik. sedangkan gelang bertuliskan RESILANG itu, berarti GELANG RESI. bahwa gelang tersebut adalah milik resi yang diberikan kepada adiknya yang dikira hialng. Ia bercerita, sebenarnya namaku dulu adalah Arsi, yang singkatan dari adikknya Resi. tapi berhubung aku ada di panti Asuhan, aku tumbuh dewasa dengan nama Dian, nama pemberian dari Ibu Panti. Waw, memang perpisahan yang membukan rahasia, tapi dengan demikian, aku mengerti darimana asal-usulku, bagaimana keluargaku, dan setidaknya pengungkapan hal ini jadi suatu semangat bagi aku untuk tidak lagi jadi anak yang rendah diri. Perpisahan tersebut jadi moment buat aku dan kak Resi yang adalah benar-benar kakak kandungku. Keeseokan harinya, Kak Resi mengunjungi panti asuhanku dan bertemu Ibu panti yang ia masih ingat parasnya saat dulu menitipkan aku. kini, ia kembali ke Panti asuhan itu, bertemu ibu panti asuhan, dan menceritakan semuanya dan kembali menitipkan aku di panti ini karena ia akan ke luar negeri dan berjanji bahwa setiap bulannya, dari gajinya, ia akan memberikan sumbangan untuk keaktifitasan dan keperluan panti ini.

FOTO-FOTO 16 September 2012

Ya ini sekilas jadi kenangan dari moment Ultah ke-41, Gereja Kristus Tuhan (GKT) Siloam Rogojampi- Banyuwangi
Saat itu: MC