Minggu, 29 September 2013

SAMPAH MASYARAKAT




                Sepertinya habis sudah kesabaranku untuk meladeni seorang pengecut seperti dia. Fisiknya lelaki, namun kelakuannya seperti banci. Lagaknya berani, ternyata tidak bernyali. Dari mulutnya keluar segala sesuatu tentang kejelekan orang lain, padahal dalam dirinya tersimpan kebusukan tersendiri yang tentu telah diketahui oleh orang lain. Memang demikian sampah masyarakat, membuat sampah omong kosong tentang orang lain, padahal dirinya sendiri adalah sumber sampah.
                Di depan orang yang ia jelekkan, ia berlagak tidak tau apa-apa, termasuk di depanku. Di belakang, mulutnya membeberkan segala fitnahan, segala hal yang memojokkan orang lain, termasuk aku. Di hadapan si korban, dia selalu bersikap biasa. Di belakang si korban, semua umpatan keluar dan pengungkitan masa lalu pun terjadi. Masalah yang terselesaikan, diungkitnya kembali. Masalah di dalam kamus organisasi, dibeberkannya ke seluruh bumi. Memang demikian ciri sampah masyarakat, munafik dan mencari-cari kesalahan orang lain.
                Ketika ditegur oleh sang surya, sampah masyarakat membalikkan omongannya, semua dianggapnya baik-baik saja, namun semua dilakukan untuk menutupi kebusukan dirinya. Berkata bahwa si korban demikian dan begitu, mencari kesalahan korban tetap ia lakukan. Tidak gentle, tidak berani mengakui kesalahan yang ia perbuat, coba ketika orang lain bersalah, malahan ia pojokkan setengah mati hingga si korban sakit hati. Ya, memang demikian sampah masyarakat, selalu menutupi kebusukannya, tidak mau membuka ruang untuk mengusir kebusukan itu, sehingga akibatnya adalah ia sendiri yang tambah busuk.
                Sampah masyarakat selalu ada dalam kehidupan kita, entah apapun yang ia lakukan pasti itu merugikan kita semua. Diulas dan dipikir kembali, menurutku, sampah masyarakat sama sekali tidak memiliki nilai positif. Semua dalam dirinya adalah kebusukan dan hal negatif, namanya juga sampah masyarakat. Semua yang ia lakukan semata-mata hanyalah untuk merugikan si korban dan membuat si korban selalu sakit hati dengannya dan satu hal lagi, sampah ya tetap sampah, tetap kotor dan tetap busuk. Tak peduli seberapapun ia menyalahi orang lain, kata maaf tidak akan keluar dari mulutnya, dan sekali lagi itu hanya menambah kebusukannya saja.
                Lantas, apa sih yang harus kita lakukan untuk menyadarkan si sampah masyarakat? Dengan teguran? Tidak mempan, terbukti ketika sang surya menegurnya, ia tetap saja membela dirinya dan berlagak dialah yang paling benar. Menegurnya, hanya membuat kita menambah sakit hati kita kepadanya. Lalu bagaimana cara kita menyadarkannya? Menurutku, tidak ada yang dapat kita lakukan untuk menyadarkannya, mungkin dengan doa saja, karena kita kan tidak bisa mengubah karakter orang lain, termasuk mengubah aroma busuk sampah menjadi aroma yang wangi dan enak dicium. Namanya juga sampah, tetap saja busuk.
                Lalu, bagaimana cara kita untuk menyikapi si sampah masyarakat? Ya, yang pertama adalah bersikap baik padanya, perintah Tuhan sih  berbunyi kasihanilah musuhmu. Namun kalau kita masih sulit melakukannya, ya coba dulu untuk bersikap biasa padanya, intinya jangan menjelekkan dia, kalau menjelekkan dia, kita sama aja dengan sampah masyarakat. Tho, orang lainpun juga udah tau kejelakannya, hihi. Kalau masih sulit juga, ya jaga jarak aja dengannya seperti saat kita di jalan dan berhadapan dengan sampah, kan kita akan menjaga jarak sehingga bau busuk sampah itu tidak tercium oleh hidung kita. Demikian dengan sampah masyrakat, jaga jaraklah dengan dia, sehingga hati kita tidak peka dengannya, hati kita tidak lagi sakit oleh kebusukan si sampah.
                Sulit ya? Iya, memang sulit, tapi itu yang saat ini coba kulakukan. Coba untuk menjaga jarak dan mungkin tidak berkomunikasi dengan si sampah masyarakat. Kini aku menutup telingaku, terserah apa yang mau ia katakan tentang aku, tentang kejelekan atau mencari-cari kesalahanku tentang masalah yang lalu. Mungkin sekarang bukan hanya aku yang tau kebusukkan si sampah masyarakat, karena bau busuknya mulai tercium oleh semua manusia, semua teman-temanku. Aku tidak harap permohonan maaf dari si sampah, karena itu tak berguna, yang aku harapkan hanyalah Tuhan menguatkan aku ketika si sampah memojokkanku.
                Begitulah sampah masyarakat yang busuk, yang merugikan orang lain. Pesanku buat si sampah masyarakat, “Semakin kamu menjelekkan dan memojokkan orang lain, semakin kamu bertindak munafik dan membenarkan kesalahanmu, semakin busuk aromamu, semakin banyak orang lain yang tahu dan menjauhi dirimu!”. (by: AiLing)-(to: sampah masyarakat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar