Selasa, 20 November 2012

RUMAH BELAJAR

Waktu demi waktu berganti, tak terasa saat ini sudah bertambah umurku di dunia, aku semakin tua, semakin dewasa. Kini 18 tahun sudah, dengan hadiah doa dan pengharapan dari keluarga, kawan, ataupun pacar. Tidak lagi seperti dulu, dikala usia masih sebiji jagung, ulang tahun hanyalah sebagai ajang pesta kado dan makan makanan serta minum minuman yang enak dan lezat. Saat ini 18 tahun sudah umurku, di semester awal aku memasuki Fakultas MIPA ini, Universitas Udayana Bali. Memang, bersyukur kalau hingga umur 18 tahun ini aku masih diberi kesempatan ada di dunia, walaupun sih, seiring bertambahnya waktu dan umur di dunia ini, semakin dekat pula aku dengan waktu kepulangan kembali kepada Yang Kuasa. Hmmm, hari itu, setelah perayaan ultah di rumahku, di Banyuwangi, aku kembali ke Bali dan keeseokan harinya melanjutkan kuliahku kembali. Harapanku, aku bisa meraih gelar S1 Fisika ini hanya selama 3,5 tahun mungkin. Memang sih, aku salah satu mahasiswi di atas rata-rata daripada yang lain. Setiap pagi hari, aku berdoa, agar apa yang aku pelajari di kuliahku cepat selesai dan tentunya aku memahaminya, karena aku hanya ingin cepat-cepat membuka sebuah lembaga belajar. Dimana, lembaga belajar tersebut diperuntukkan bagi siswa-siswi SMA yang mungkin kurang mampu dalam menyerap pelajaran di sekolah dan juga bagi para anak-anak yang putus sekolah. Aku selalu berharap agar apa yang aku kerjakan nantinya dapat bermanfaat bagi orang lain, atau setidak-tidaknya, aku jadi salah satu orang yang berjuang bagi kemajuan bangsa ini, khususnya lewat peranku dalam bidang pendidikan. Di masa kuliah ini, aku ditemani oleh penjaga hatiku, sebut saja Rendi. Dia adalah mahasiswa tingkat 2 di fakultasku, hanya saja, dia mengambil S1 Matematika. Masa ospek MOS, adalah awal kami bertemu, dimana dia menjadi senior dan aku menjadi juniornya. Banyak sekali kesamaan diantara kami, mulai dari sama-sama anak tunggal, kemudian asal yang sama yaitu dari Banyuwangi, hanya saja kami dulu berbeda SMA, dan kami baru dipertemukan saat kuliah ini. Bukan hanya itu saja, membuka lembaga/rumah belajar juga sama-sama menjadi impian kami. Waktu itu, 2 bulan setelah kami jadian, kami sama-sama memikirkan rumah belajar tersebut, dimana Rendi yang akan jadi tentor matematikanya, dan aku yang akan jadi tentor fisikanya. Indah sekali rasanya, hari-hari kami akan selalu kami jalani bersama di rumah belajar itu. Suatu kali, ketika hubungan kami berjalan hampir satu tahun, ketika aku digembirakan dengan IP-ku yang totalnya 4,0. Bersama itu pula aku disedihkan olehnya, karena dia akan pindah ke ITS, di fakultas yang berbeda, yakni Teknik Informatika, yang sangat bertolak-belakang dengan matematika, jurusan yang diambilnya sebelumnya. Dia hanya berjanji, bahwa aku dan dia harus tetap saling menjaga yang namanya cinta di hati masing-masing ini. Hmmm, perlahan rasa sedih ini hilang pula. Namun masih ada 1 hal yang seakan-akan patah, yakni impian kami berdua untuk membuat rumah belajar, kini yang ada hanya aku, sang tentor fisika, tentor matematikanya sudah tiada, karena berpindah ke jurusan informatika. Semester demi semester berlalu hingga aku lulus, dan akulah yang membuka rumah belajar itu sendiri, tanpa Rendi. Untuk sementara ini, karena tentornya hanya aku, maka rumah belajar itu hanya khusus fisika saja, matematika mungkin aku bisa, hanya saja matematika dasar, matematika untk SD atau SMP mungkin. Hubunganku dengan Rendi masih berlanjut, kami masih bertemu satu sama lain dalam even-even tertentu, seperti ulang tahunnya, atau ulang tahunku, ataupun saat natal dan tahun baru tiba. Kami sering bertemu dan berbicara satu sama lain, seperti janji kami, yakni selalu menjaga hati satu sama lain. Setahun kemudian, Rendipun lulus dari fakultas Teknik Informatikanya, ia langsung ditarik oleh sebuah perusahaan telekomunikasi yang cukup ternama di Indonesia dan tanpa sengaja, ia langsung di tempatkan di kantor cabang di kota yang sama dengan rumah belajar fisikaku. Setiap pagi hingga sore, ia bekerja di kantor cabang perusahaan tersebut dan setelah itu dia beristirahat sejenak, kemudian membantuku untuk menjadi tentor matematika bagi siswa SMA yang belajar di rumah belajarku. Impian kami yang dulu mulai pupus dan pudar, sekarang ternyata menjadi suatu kenyataan yang benar-benar indah, kami bersama, di rumah belajar ini. Kami saling membantu sama lain dan tentunya, cinta kasih kami semakin tumbuh pula di rumah belajar ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar