Mereka
bertiga terdiam karena mereka tau bahwa mereka bertiga salah saat membolos,
meninggalkan jam pelajaran Proffessor Snape. Lagi-lagi mereka bertiga yang kena
batunya. Harry, Hermione, Ron, Hagrid, Dumbledore, dan Snape menuju ke koridor
dimana patung es itu berada. Snape mengeluarkan tongkatnya dan mengarahkan pada
patung es itu.
‘‘Ini
mantra‘‘, tegas Snape.
‘‘Ya
benar, ini mantra pembeku, membuatnya menjadi patung es‘‘, timpal Hermione.
‘‘Kau
yang melakukannya? Darimana kau tahu bahwa ini mantra itu?‘‘, kata Snape.
‘‘Tentu
dari buku-buku di perpustakaan‘‘, sahut Ron sinis.
‘‘Tapi
siapa gadis ini? Wajahnya asing‘‘, tanya Hagrid dengan menoleh pada Dumbledore.
‘’Aku pun tak tahu, pakaiannya
juga asing, sepertinya bukan pelajar sini’’, timpal Dumbledore.
“Isecinoy Reberwilumsolea’’,
ucap Profesor Snape seraya mengayunkan tongkatnya.
Mantra tersebut bekerja, patung
es tersebut mencair dan gadis berambut pirang tersebut bergerak, tidak lagi
diam. Azka memandangi Professor Dumbledore dengan tatapan kagum, dilihatnya
Dumbledore dari kepala sampai kaki. Janggutnya yang panjang dan berwarna putih
sungguh membuat Azka takjub dan Azka memperkirakan usia Dumbledore dalam
hatinya. Di sebelah Dumbledore, terdapat sosok yang sangat besar, sungguh
besar, tingginya hampir 2 kali dari tinggi Azka saat ini. Dalam hatinya pula,
Azka memikirkan berapa tinggi dan berat tubuh dari sosok tersebut yang tak lain
adalah Hagrid. Azka terkagum-kagum
dan terpesona hingga tak sadarkan bahwa es tersebut telah mencair semua.
‘‘Kau,
kau, siapa?‘‘, tanya Ron dengan gagap.
‘‘Kenalkan,
aku Azka, mahasiswi universitas Oxford, jurusan musik‘‘, kata Azka.
‘‘Oxford?
Universitas Oxford? Mana itu? Kami
tak pernah mendengarnya‘‘, kata Hermione.
‘‘Kau tak tau? Itu universitas ternama di
Inggris, masakan kau tak tau?‘‘, jawab Azka.
Proffesor Dumbledore, Proffesor Snape, dan
Hagrid hanya terdiam, berpikir, siapa sesungguhnya gadis aneh ini.
‘‘Proffesor, mungkin dia berasal dari
dunia lain‘‘, kata Harry sambil menatap Dumbledore.
‘‘Dunia lain bagaimana? Aku juga
manusia‘‘, tegas Azka.
‘‘Kau tau, dimana tempatmu berada saat
ini?‘‘, tanya Snape.
‘‘Tidak, aku tak tau, yang jelas tempat
ini ajaib, menakjubkan, luar biasa‘‘, kata Azka.
‘‘Lantas, apa yang kau lakukan disini?‘‘,
tanya Hagrid.
‘‘Entahlah, akupun tak mengerti mengapa
aku disini. Aku hanya melewati gerbang di kota London, kemudian aku tiba di
tempat ini. Aku berkeliling di sana-sini dan ada seorang laki-laki yang
menanyai aku dan menganggapku aneh. Aku mengikuti dia hingga di koridor ini,
kemudian dia membentakku dan mengucapkan kata-kata aneh, dan aku tak tahu apa
yang terjadi berikutnya‘‘, ucap Azka menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
‘‘Apakah
lelaki itu ini?‘‘, tanya Snape sambil menunjuk kepada Harry.
‘’Bukan, bukan dia, lelaki itu
tak berkacamata, walaupun dia sama-sama menggunakan jubbah seperti ini. Tapi di
jubahnya, ada tulisan Slytherin. ’’, ungkap Azka.
‘’Hermione, kau bawa Azka ke
asrama putri Griffindor. Ron, kau ikut Hagrid menuju ruang makan dan makan
siang ini kita kumpulkan semua pelajar. Harry dan Proffesor Snape, ikut aku ke
ruang kepala sekolah‘‘, ucap Proffesor Dumbledore dengan bijaksana.
Di ruang kepala sekolah,
Dumbledore, Snape, dan Harry mendiskusikan apa yang sebenarnya terjadi.
Berbagai hipotesis dilontarkan, mengenai kebocoran peron ¾ , mengenai pintu
gerbang Hogwart yang keamanannya tidak terjaga, bahkan pintu gerbang baru yang
menghubungkan antara Hogwart dan dunia luar. Satu kesimpulan besar ditarik,
yakni Azka memang bukan dari dunia Hogwart dengan pertimbangan cara berpakaiannya
yang berbeda, asalnya, dan segala sesuatu yang Azka lakukan.
Sementara itu, di asrama putri
Griffindor, Azka bersama dengan Hermione. Berbagai pertanyaan aneh dilontarkan
Aazka kepada Hermione, mulai dari berapa usia Dumbledore, berapa tinggi dan
berat badan Hagrid, berapa banyak hamburger yang dimakan Hagrid tiap hari,
berapa banyak pelajar di sini, bagaimana bisa ada orang yang tembus pandang di
koridor tua dekat kamar mandi, bagaimana bisa alat musik bermain sendiri dengan
indahnya di ruang musik, bagaimana bisa lukisan juga dapat berbicara bahkan
memuji kehebatannya dalam memainkan harmonika, dan lain-lain. Hingga Hermione
capek untuk menjawab dan mengatakan bahwa semuanya adalah sihir.
‘‘Apa katamu? Sihir? Memang menakjubkan, tapi tak rasional‘‘,
kata Azka.
‘‘Ya,
memang semuanya adalah sihir. Inilah sekolah kami, Hogwart, sekolah tempat para
penyihir‘‘, tegas Hermione.
‘‘Ini tak dapat dipercaya,
bagaimana mungkin ada sihir di era modern ini?‘’, Azka heran.
‘’Duniamu dan dunia kami mungkin
memang benar berbeda, tapi inilah keadaan di sini sesungguhnya, ini sekolah
para manusia yang berdarah penyihir. Buktinya, ketika kau terdiam di koridor,
ketika kau tak sadarkan diri tadi itu, kau telah dimantrai oleh seseorang’’,
jelas Hermione.
‘’Mungkin iya, ini benar-benar
membuatku gila‘‘, kata Azka tak habis pikir.
‘’Iya, benar, itu karena dunia kita berbeda. Bagaimana mungkin pula kau
bisa masuk ke Hogwart ini? Itu masih jadi permasalahan besar bagi kami‘‘, kata
Hermione.
‘‘Entahlah,
yang aku ingat hanyalah ketika aku melangkahkan kakiku masuk ke gerbang London,
aku malah masuk ke sini, tiba di tempat yang indah ini. Lantas siapa yang
memantraiku tadi? Apa tujuannya aku dimantrai?‘‘, tanya Azka.
‘‘Aku
tak mengerti dengan pasti, namun pasti itu adalah seorang siswa dari asrama
Slytherin. Kau tadi menyebutnya sedemikian kan?‘‘, kata Hermione.
‘‘Iya,
yang aku ingat hanya itu‘‘, kata Azka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar