Sepertinya
habis sudah kesabaranku untuk meladeni seorang pengecut seperti dia. Fisiknya
lelaki, namun kelakuannya seperti banci. Lagaknya berani, ternyata tidak
bernyali. Dari mulutnya keluar segala sesuatu tentang kejelekan orang lain,
padahal dalam dirinya tersimpan kebusukan tersendiri yang tentu telah diketahui
oleh orang lain. Memang demikian sampah masyarakat, membuat sampah omong kosong
tentang orang lain, padahal dirinya sendiri adalah sumber sampah.
Di
depan orang yang ia jelekkan, ia berlagak tidak tau apa-apa, termasuk di
depanku. Di belakang, mulutnya membeberkan segala fitnahan, segala hal yang
memojokkan orang lain, termasuk aku. Di hadapan si korban, dia selalu bersikap
biasa. Di belakang si korban, semua umpatan keluar dan pengungkitan masa lalu
pun terjadi. Masalah yang terselesaikan, diungkitnya kembali. Masalah di dalam
kamus organisasi, dibeberkannya ke seluruh bumi. Memang demikian ciri sampah
masyarakat, munafik dan mencari-cari kesalahan orang lain.
Ketika
ditegur oleh sang surya, sampah masyarakat membalikkan omongannya, semua
dianggapnya baik-baik saja, namun semua dilakukan untuk menutupi kebusukan
dirinya. Berkata bahwa si korban demikian dan begitu, mencari kesalahan korban
tetap ia lakukan. Tidak gentle, tidak
berani mengakui kesalahan yang ia perbuat, coba ketika orang lain bersalah,
malahan ia pojokkan setengah mati hingga si korban sakit hati. Ya, memang
demikian sampah masyarakat, selalu menutupi kebusukannya, tidak mau membuka
ruang untuk mengusir kebusukan itu, sehingga akibatnya adalah ia sendiri yang
tambah busuk.
Sampah
masyarakat selalu ada dalam kehidupan kita, entah apapun yang ia lakukan pasti
itu merugikan kita semua. Diulas dan dipikir kembali, menurutku, sampah
masyarakat sama sekali tidak memiliki nilai positif. Semua dalam dirinya adalah
kebusukan dan hal negatif, namanya juga sampah masyarakat. Semua yang ia
lakukan semata-mata hanyalah untuk merugikan si korban dan membuat si korban
selalu sakit hati dengannya dan satu hal lagi, sampah ya tetap sampah, tetap
kotor dan tetap busuk. Tak peduli seberapapun ia menyalahi orang lain, kata
maaf tidak akan keluar dari mulutnya, dan sekali lagi itu hanya menambah
kebusukannya saja.
Lantas,
apa sih yang harus kita lakukan untuk
menyadarkan si sampah masyarakat? Dengan teguran? Tidak mempan, terbukti ketika sang surya menegurnya, ia tetap saja
membela dirinya dan berlagak dialah yang paling benar. Menegurnya, hanya
membuat kita menambah sakit hati kita kepadanya. Lalu bagaimana cara kita
menyadarkannya? Menurutku, tidak ada yang dapat kita lakukan untuk menyadarkannya,
mungkin dengan doa saja, karena kita kan
tidak bisa mengubah karakter orang lain, termasuk mengubah aroma busuk sampah
menjadi aroma yang wangi dan enak dicium. Namanya juga sampah, tetap saja
busuk.
Lalu,
bagaimana cara kita untuk menyikapi si sampah masyarakat? Ya, yang pertama
adalah bersikap baik padanya, perintah Tuhan sih berbunyi kasihanilah
musuhmu. Namun kalau kita masih sulit melakukannya, ya coba dulu untuk bersikap
biasa padanya, intinya jangan menjelekkan dia, kalau menjelekkan dia, kita sama
aja dengan sampah masyarakat. Tho, orang
lainpun juga udah tau kejelakannya, hihi.
Kalau masih sulit juga, ya jaga jarak aja dengannya seperti saat kita di jalan
dan berhadapan dengan sampah, kan kita akan menjaga jarak sehingga bau busuk
sampah itu tidak tercium oleh hidung kita. Demikian dengan sampah masyrakat,
jaga jaraklah dengan dia, sehingga hati kita tidak peka dengannya, hati kita tidak
lagi sakit oleh kebusukan si sampah.
Sulit
ya? Iya, memang sulit, tapi itu yang
saat ini coba kulakukan. Coba untuk menjaga jarak dan mungkin tidak
berkomunikasi dengan si sampah masyarakat. Kini aku menutup telingaku, terserah
apa yang mau ia katakan tentang aku, tentang kejelekan atau mencari-cari
kesalahanku tentang masalah yang lalu. Mungkin sekarang bukan hanya aku yang
tau kebusukkan si sampah masyarakat, karena bau busuknya mulai tercium oleh
semua manusia, semua teman-temanku. Aku tidak harap permohonan maaf dari si
sampah, karena itu tak berguna, yang aku harapkan hanyalah Tuhan menguatkan aku
ketika si sampah memojokkanku.
Begitulah
sampah masyarakat yang busuk, yang merugikan orang lain. Pesanku buat si sampah
masyarakat, “Semakin kamu menjelekkan dan memojokkan orang lain, semakin kamu
bertindak munafik dan membenarkan kesalahanmu, semakin busuk aromamu, semakin
banyak orang lain yang tahu dan menjauhi dirimu!”. (by: AiLing)-(to: sampah
masyarakat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar