Senin, 24 Desember 2012

FIRMAN TUHAN ITU SEDERHANA

Firman Tuhan itu sederhana tapi terkadang yang membuat firman itu menjadi rumit adalah manusia sendiri. Ada dua hal yang membuat manusia bingung yakni tentang kekhawatiran dan Firman Tuhan.
Tuhan tidak berkenan kepada kekhawatiran karena kekhawatiran adalah bentuk ketidakpercayaan kepada-Nya. Tuhan tahu bahwa kita memerlukan segala sesuatunya dan Tuhan pasti mencukupkannya, dan janganlah kita khawatir. Seseorang yang berjalan tanpa visi, jelas hidupnya akan kacau, dan hidupnya hanya dipenuhi oleh pergumulannya sendiri.
Maka carilah dulu kerajaan Allah di dalam dunia ini dengan cara menjaga hidup kita dari hal-hal yang kecil, misalnya saja dalam gaya hidup, cara bekerja, cara belajar, dll. Serta carilah kesetiaan, integritas, sukacita, konstitensi, dll yang dapat memenuhi kebutuhan rohani kita.
Ketika kita tidak mencari kerajaan Allah dan kebenarannya dalam kehidupan kita, maka secara tidak langsung kita akan kompromi dalam banyak hal dalam kehidupan kita, termasuk kompromi dengan  dosa. Allah sama sekali tak pernah kompromi dengan dosa, karena setitikpun dosa yang ada, itu sudah tercemar dan tidak kudus. 
Pertumbuhan itu ada dua, yakni secara kuantitas dan kualitas. 
Jangan pernah perjuangkan visimu dihadapan Tuhan, karena visi Tuhan dalam hidupmu lebih besar, lebih baik, dan lebih sempurna. Artinya, berserahlah hanya pada Tuhan, yakini bahwa Tuhan punya rencana besar atas kehidupanmu. Tinggalkan visi pribadimu yang belum tentu berkenan dihadapan Tuhan. Ingat, Firman Tuhan katakan dalam Amsal, banyaklah rancangan hati manusia, tapi kehendak Allahlah yang terjadi. 
Merry Christmas 
God Bless You









\

Grandfinal Pa-Pi Smagi 2012-2013

Grandfinal Pa-Pi (Putra-Putri) Smagi (SMAN 1 Giri) 2012-2013 ini diadakan pada Hari Sabtu, 15 Desember 2012. Acara dimulai pukul 18.30 hingga selesai pukul 20.30, acara dipandu oleh 2 MC cantik yang merupakan Finalis Putra-Putri Smagi 2011-2012, yaitu Elmin Martin dan Hadiasti Alfisyahrina. Acara ini berlangsung di Aula SMAN 1 Giri Banyuwangi, acara dibuka dengan penampilan gamelan dari kelas XI IPA 4, yang beranggotakan Minan, Airin, Otniel, Doni, Imam, Vega, Isna, Dinda, dan Alfi, penampilan ini memainkan lagu Tanduk Majeng. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan, mulai dari Ketua Panitia, yaitu Ade Apriliansyah, kemudian Wakasek Kesiswaan yakni Bapak D.P.Rimbawanto dan selanjutnya oleh Kepala Sekolah SMAN 1 Giri yakni Bapak Mujiono. Acara dilanjutkan dengan tari jaran goyang oleh Ayang dan Yosi. Setelah itu, Finalis Putra-Putri Smagi 2011-2012 menunjukkan aksi modellingnya. Kali ini, dresscode panitia dan Putra-Putri Smagi 2011-2012 adalah batik seragam dengan motif, warna, dan model yang sama. Kemudian dilanjutkan dengan parade 7 besar Finalis Putra-Putri Smagi 2012-2013 dan kemudian pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan oleh juri. Adapun juri-juri yang ada adalah juri-juri yang dipilih dan sangat berpengalaman dalam bidangnya masing-masing. Dan selesailah acara yang ada hingga diumumkan hasilnya nanti pada saat GPGNSS (Gelar Prabangkara Nuansa Seni Smagi).









Minggu, 16 Desember 2012

MY BOY, MY DOCTOR, MY PRINCE

Seorang duta sekolah seperti dia, sudah selayaknya mendapatkan tempat terhormat, bangku tamu paling depan dengan suguhan berbagai hidangan dan konsumsi yang lebih istimewa dan spesial dibandingkan dengan tamu-tamu lainnya, dibandingkan juga dengan aku. Dia adalah seorang duta sekolah yang menjadi undangan terhormat sekaligus juri dalam acara Classmeeting Modelling ini. Sedangkan aku, aku ada di belakang stage, mempersiapkan acara demi acara, ya, aku panitia. Aku yang mondar-mandir ke sana dan ke mari demi berlangsungnya acara ini dengan baik, tentu saja dengan penampilan yang tak di nomor satukan, dengan keringat dan rasa capek yang bertumpuk. Tapi aku beruntung, aku punya teman-teman yang membantu aku, ya, teman-teman panitia. Tanpa mereka, tanpa aku, acara tidak akan berjalan dengan baik. Tentu saja aku berbeda dengannya, lihat saja, penampilannya sebagai duta sekolah sangat dinomor satukan, walaupun seorang pria, make up juga menjadi hal yang terutama baginya, bukan hanya itu, dari tatanan rambut, kostum, hingga sepatu dan aksesoris, semuanya komplit, tidak ada yang luput atau tertinggal. Dia hanya duduk di bangku terhormat itu dengan memegang pulpen dan menulis nilai peserta classmeeting modelling satu per satu.
Di kehidupan sekolah, walau dia seorang duta sekolah yang meraih berbagai prestasi di bidang non-akademik, kemampuan akademik/intelektualnya tidak bisa menyaingi kemampuanku. Saat ini, kami berada di kelas XI IPA SMA, aku berada di kelas XI IPA 1, kelas terbaik dengan rata-rata kemampuan muridnya diatas rata-rata kelas ipa lainnya. Sedang dia, dia berada di kelas XI IPA 9, yang boleh dikatakan kelas ipa buangan. Hmm, walau begitu, prestasinya juga sangat membanggakan, prestasinya banyak sekali diluar sekolah, tidak seperti aku, aku memang berprestasi, namun hanya di sekolah, bisa dikatakan kalau aku hanya jago kandang saja. Aku adalah seorang siswi dengan ranking 1 paralel di sekolah dan seorang sekertaris OSIS, dengan orang tua yang tidak berpengaruh di sekolah. Sedangkan dia, duta sekolah, duta kota dimana kami tinggal, dan duta musik propinsi, dan orang tuanya adalah ketua yayasan sekolah. Waaw, jelas berbeda, bagai pangeran dan aku hanya gadis dari rakyat jelatanya. Sang pangeran jelas sekali menjadi pujaan, ya, dia selalu jadi pujaan dari setiap siswi sekolah, entah dari kakak kelas, teman seusia, ataupun adik kelas. Coba ditanya, siapakah cowok paling nge-top di sekolah, pasti jawabannya adalah dia. Sebut saja namanya Putra. Putra sungguh jadi idola bagi setiap cewek di sekolah, termasuk juga aku, hanya saja, aku bukan tipe cewek yang mengumbar-umbar rasa sukaku terhadap seseorang seperti yang cewek-cewek lain lakukan.
Sejujurnya, aku dan dia pernah menjadi teman kecil. Dulu, ketika SD, kelas 1 tepatnya, kami bertetangga, di mulai dari keluarganya yang pindah di perumahan tempat keluargaku tinggal. Kami bersekolah di SD swasta yang sama. Masih teringat jelas, saat ayahku meninggal, ibuku harus bekerja menghidupi aku, putrinya seorang, dan oleh karena itu, setiap pagi, setelah sarapan, ibuku menghantarkan aku ke sekolah, kemudian ibuku berangkat bekerja. Ibu menitipkan aku kepada keluarganya, sepulang sekolah, aku dan Putra pulang bersama, tentu saja dengan dijemput orang tuanya. Kadang ibunya, kadang pula ayahnya, atau kadang malah berdua. Aku pernah iri kepadanya, dan pernah aku kemukakan itu dihadapan Putra dan ibunya, aku iri melihat kelengkapan dan kesempurnaan keluarganya. Namun, ibunya menanggapi dengan senyum dan berkata bahwa aku telah dianggap putrinya sendiri, oleh karena itu, aku harus menganggap mereka keluargaku juga. Maklumlah, aku tau, keluarga Putra hanya memiliki seorang anak tunggal saja, yaitu Putra. Mereka tidak mempunyai seorang putri dan ibunya pun tidak bisa mengandung lagi dikarenakan gangguan saat hamil hingga melahirkan Putra sehingga rahimnya harus diangkat.
Aku dan Putra menghabiskan waktu bersama, mulai dari kelas 1 SD hingga kelas 3 SD, kami bermain bersama. Banyak permainan yang kami lakukan, salah satu permainan yang sering kami mainkan adalah dokter dan suster, dia menjadi dokternya dan aku menjadi susternya. Itu semua karena cita-citanya menjadi dokter dan cita-citaku menjadi suster. Dia pernah berkata pula bahwa bila nanti sudah dewasa, kami akan selalu bertemu di rumah sakit setiap hari, itu karena dia akan menjadi dokternya, dan aku yang akan menjadi susternya. Waktu berlalu, hingga saat kelas 3 SD, aku dan ibuku pindah ke kota lain, rumah di perumahan, sebelah rumah Putra, dijual oleh ibuku untuk memenuhi kebutuhan hidup dan khususnya kebutuhan sekolahku yang semakin hari semakin mahal. Hingga aku dan ibuku pindah ke rumah nenek, di kota lain yang cukup jauh dari kota yang Putra beserta keluarganya tinggali.
Aku dan dia terpisah, sang dokter sudah terpisah dengan sang suster, entah berapa lama dan entah sampai kapan terpisahnya.  Waktu demi waktu, kami bertumbuh dewasa satu sama lain, tanpa adanya kabar, tanpa adanya suatu komunikasi. Kami tidak mengerti satu sama lain. Aku menjalani kehidupanku di kota kecil ini, kota tempat nenekku tinggal. Tanpa disadari, waktu cepat berjalan, aku lulus SD dengan nilai yang cukup memuaskan, aku masuk SMP favorit dan ternama di kota kecil itu dengan bebas biaya, nilaiku selama di SMP pun tertinggi, aku selalu mendapat peringkat pertama dan dengan itulah sekolahku gratis sehingga ibuku tak perlu repot-repot membiayai aku. Ibuku menjadi seorang yang memotivasi aku, sangat-sangat memotivasi aku. Sehingga setiap langkah yang aku ambil hanyalah memiliki satu tujuan yakni membahagiakan ibuku. 
Waktu-waktu ini terus berlalu, pikiranku hanya untuk sekolah dan ibu saja, pikiran tentang Putra dan keluarganya hilang sudah termakan oleh waktu. Tanpa terasa pula, sudah UNAS SMP, lagi-lagi dengan doa dan usaha, nilai UNAS ku menjadi nomor satu se-kabupaten dan nomor 2 se-propinsi. Dan hal inilah yang membuat ayah Putra, selaku kepala yayasan dari salah satu SMA di kota massa kecilku, kota tempat tinggal Putra, memberikan beasiswa kepadaku untuk masuk SMA itu, dengan biaya sekolah gratis dan biaya hidup gratis, dengan aku tinggal di asrama sekolah itu. Tentu saja, ibuku tak keberatan, ibuku hanya berpesan bahwa aku harus benar-benar belajar dan memanfaatkan kesempatan beasiswa ini dengan baik. Ibuku juga berjanji, bahwa setiap akhir bulan, ibuku akan mengambil cuti dan mengunjungi aku di asrama.
Mulailah masuk di masa SMA, kelas X-1, kelas unggulan menjadi tempatku kali ini, tentu saja, dengan nilai UNAS yang hampir sempurna itu, pastilah aku dapat masuk kelas unggulan dengan mudah. Di masa awal SMA ini, aku mulai terpikir kembali tentang semua kenangan masa kecilku bersama Putra, aku sudah bertemu ayah Putra, namun aku belum bertemu Putra. Hingga saat setelah raport semester 1 dibagikan, dengan ranking 1 paralel yang ada, rasa bahagia seolah belum lengkap, karena kehadirannya masih belum di depan mata, aku masih menunggu kehadirannya. 
Semester 2 tiba, dengan kabar seorang siswa baru pindahan dari Singapore dengan wajah tampan, tubuh tinggi, dan kulit putih. Sekilas, aku dengar dari teman-temanku, siswa pindahan itu adalah anak kepala yayasan. Langsung terlintas di pikiranku, apakah itu Putra atau bukan. Aku tak tau, siswa baru itu berada di kelas mana dan aku belum pernah menemui atau bertemu dengannya. Maklum saja, sekolahku merupakan sekolah yang sangat besar. Kelas X saja memiliki 15 kelas, dengan 30 siswa di masing-masing kelas. Dan untuk kelas XI dan XII, adalah masing-masing 9 kelas IPA, 3 kelas IPS, dan 3 kelas bahasa. Bisa dibayangkan betapa besarnya dan banyaknya murid di sekolahanku. Hingga tiba suatu pemilihan duta sekolah dengan aku yang menjadi salah satu panitianya, aku mengurus dan menyeleksi semua nama-nama yang layak menjadi duta sekolah dan hasilnya, kutemukan namanya, Putra Setiawan Prayoga dari kelas X-9. 
Hingga saat seleksi awal, saat pengumpulan data, surat kesehatan, dan administrasi lainnya, kami bertemu dan bersapa. Dimulai darinya yang melihat tag-name di seragamku dan bertanya apakah benar aku adalah Ani, suster kecilnya, yang dulu pernah satu SD dengannya. Sambil berpura-pura mengingat, akupun berkata ia, dan dengan jelas aku kembali berkata bahwa ternyata dia adalah Putra, dokter kecilku dulu, yang selalu pulang sekolah bersama denganku. Kami saling menyapa satu sama lain dan saling tersenyum. Senyumnya indah sekali, tampan sekali. 
Hingga pemilihan duta sekolah tiba pada puncaknya, dia terpilih jadi duta sekolah, dan tentu saja semua siswi semakin berdecak kagum kepadanya. Dan semakin jauhlah jarak diantara aku dan Putra, seakan semakin renggang saja, ditambah lagi di bulan yang sama dia terpilih menjadi duta pemuda kota dan duta musik propinsi. Seakan-akan, dokter kecilku telah hilang kembali, dan sang suster kembali sendiri lagi. Sangat jauh, dan aku perlahan hanya ingin melupakan dokter kecilku yang kini menjadi pangeran yang dipuji-puji setiap orang.
Hingga saat penjurusan tiba, aku dengan mudah dan sudah pasti masuk ke jurusan IPA, karena nilai-nilai ipa ku lah yang memang dominan. Dan sempat terdengar di telingaku, Putra lebih dominan di nilai IPS sehingga ia akan dimasukkan ke jurusan IPS, ditambah lagi sebagai duta, pasti kecerdasaan dan kemampuan sosialnya lebih tinggi dan akan lebih berkembang apabila ia masuk ke jurusan IPS. Bila benar, ia masuk jurusan IPS, maka pupus sudah harapan masa kecil dulu, bahwa ia akan menjadi dokter dan nantinya hanya aku sendiri yang akan menjadi suster, dengan dokter lain, yang bukan dirinya. Ternyata, dengan segala usahanya yang ditompang oleh ayahnya pula, Putra berhasil masuk ke jurusan IPA, hanya saja kelas ipa terakhir, yakni kelas XI IPA 9. Sangat jauh denganku yang berada di kelas XI IPA 1. Tapi setidaknya, itu membuatku lega, bahwa masih ada harapan bersama dokter Putra nantinya. 
Namun tetap saja, walau berada di kelas IPA, kesibukkannya menjadi berbagai macam duta mengalahkan materi-materi pelajaran IPAnya, sehingga suatu kali, dia menemuiku atas permintaan orang tuanya pula, ia meminta agar aku menjadi gurunya selama ia ketinggalan mata pelajaran. Tentu saja, rasa sungkan ada di benakku, masakan seorang rakyat jelata sepertiku mengajari sang pangeran sekolah. Tentu saja aku minder, aku merasa kurang percaya diri. Setiap kali ia belajar, pakaiannya selalu seperti orang mau pergi ke mall, sedangkan aku, setiap aku belajar, aku hanya memakai baju seadanya, bahkan daster atau baju tidurpun tak masalah menjadi pakaianku saat belajar. Ditambah lagi, setiap kali serius belajar, kadang hp nya berbunyi dengan berbagai macam pembicaraan, mulai dari acara ulang tahun sekolah, konsep acara ulang tahun kota, sampai festival kebudayaan propinsipun ada dalam teleponnya, tak peduli itu adalah waktu kerja atau tidak. Hal seperti itu tetap berlanjut hingga aku mengundurkan diri, hingga aku tak mau lagi menjadi guru pribadinya. Namun dia tetap bersih keras untuk mau berkomitmen dan belajar bersama denganku, dia memberikanku jaminan bahwa sebentar lagi, satu tahun jabatannya sebagai segala macam duta akan habis, sehingga dia bisa benar-benar berkonsetrasi terhadap materi pembelajaran, ditambah lagi dengan ibu Putra yang meyakinkan aku, akhirnya, aku urungkan niatku, dan aku tetap menjadi guru pribadinya. Waktu demi waktu berlalu, kami tetap belajar bersama, hingga masa baktinya habis sebagai segala macam duta tersebut. 
Kenaikkan kelas menuju kelas XII pun tiba, dia melepaskan segala jabatannya dan di kelas XII ini, dia hanya ingin berkonsentrasi untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi UAN, kebetulan juga, di kelas XII ini, aku dan Putra berkumpul dalam satu kelas yang sama, yakni XII IPA 4, maklumlah, memang di kelas XII tak ada kelas unggulan lagi, semuanya rata, dengan tujuan lulus bersama dalam UAN. 
Sampai suatu kali, kabar burung terdengar, Putra menjalin hubungan dengan Vinda, seorang adik kelas, yang duduk di bangku XI IPS 1, kelas IPS unggulan, disamping itu, Vinda juga merupakan duta putri sekolah, prestasinya pun tak kalah hebatnya dengan Putra, bila Putra pernah menjadi duta pemuda kota, kini Vinda menjadi duta pemudi kota, disamping itu Vinda juga seorang penari tradisional kota yang sangat berbakat dan ia adalah penari nasional. Bukan hanya dibidang non-akademik saja, kabarnya, Vinda juga merupakan ranking paralel 2 untuk kelas XI IPS. Waaw, sang pangeran bertemu dengan sang putri, sungguh cocok. Dan sang gadis jelata tak kan bisa menandingi sang putri yang sempurna itu. Perlahan demi perlahan, sungguh, aku hanya ingin berteman dan bersahabat saja dengan Putra, aku tak mau ada rasa suka di hatiku ini. 
Aku berusaha tidak menyukainya lagi. Perlahan, aku menghindar dari Putra untuk sekedar melupakan rasa sukaku. Perlahan pula, aku memendam keinginan dan cita-citaku untuk menjadi seorang suster, aku ingin alihkan cita-citaku menjadi seorang farmasis. Tapi tetap tak bisa, dari jati diriku, aku hanya ingin menjadi seorang suster saja, walau bukan Putra yang jadi dokternya, aku tetap hanya ingin menjadi seorang suster. 
Di sabtu itu, Putra mengajakku untuk belajar bersama, namun aku menolaknya dengan berbagai macam alasan semampuku. Ibu Putra mengunjungiku ke asrama, mengajakku makan malam. Berjalan bersama ibu Putra pun membuatku tak percaya diri. Ibu Putra mengenakan kemeja anggun dengan rok selutut, dengan tas mewah di tangannya, dengan sepatu hak tinggi dan berbagai macam aksesoris yang membuat beliau semakin lebih menawan, sedangkan aku hanya memakai kaos dengan jaket jamper, dengan bawahan celana jeans, dan sepatu sport d kakiku. Sempat terlintas dalam benakku, memang benar bahwa aku tak pantas menjadi anggota keluarga Putra, atau istri Putra mungkin, sama sekali aku tak pantas. 
Ibu Putra mengajakku ke mall, mengajakku untuk makan malam dan kemudian mengajakku untuk berbelanja. Ibu Putra sempat mengatakan bahwa ia merindukanku, dan memintaku menemaninya belanja, dari pakaian sampai kebutuhan keluarga. Ia juga mengatakan kepadaku agar aku maklum, karena ia tidak mempunyai anak perempuan. Ibu Putra juga menanyakan kabar ibuku. Kebersamaan dengan ibu Putra sungguh membahagiakanku, seolah-olah aku sedang bersama ibuku saat itu. 
Sampai saat tiba di bagian perbelanjaan pakaian, ibu Putra menunjuk sebuah dress batik yang anggun, beliau bertanya bagaimana pendapatku, aku hanya berkata kalau itu manis dan sederhana. Segera, ibu Putra mengambilnya dan menyuruhku mencobanya, dan pas, cocok sekali untukku. Ibu Putra membelikannya untuk aku, aku sempat menolak, tapi beliau bersih keras membelikannya. Hanya kata terimakasih yang ada di mulutku dan di hatiku, aku ucapkan itu sambil memeluknya. Beliau pun juga membeli baju-baju, bukan hanya untuk beliau saja, tetapi juga untuk Putra. Aku bahagia, ketika beliau menuruti dan mendukung saranku saat membelikan kaos dan kemeja untuk Putra.
Setelah itu, sampailah kami berbelanja di supermarket, dari buah-buahan, bahan dapur, beras, sayur-sayuran, semua kami beli dan kami pilih bersama. Nampaknya, ibu Putra sangat cocok dan senang denganku. Aku bersyukur, ada ibu Putra yang mengobati kerinduanku kepada ibuku. Kami belanja bersama, tak terasa sudah hampir 3 jam kami bersama. Mulai dari jam 4 sore, hingga jam 7 malam ini. Ibu Putrapun membujukku untuk menginap di rumahnya semalam saja, karena hari esok adalah hari libur, dan asrama membebaskan setiap murid di waktu akhir minggu. Aku pun hanya berkata ia, mengikuti seluruh perkataan beliau, karena aku tau, beliau sangat berjasa dalam hidupku. Kami menuju rumah kediaman keluarga Putra dengan membawa seluruh belanjaan yang ada.



Aku dan ibu Putra tiba di rumah, rumah itu sangat sepi. Hanya ada ayah Putra yang sedang mandi, sedangkan Putra entah pergi kemana dan belum tiba. Jam dinding menunjukkan pukul 8 malam, namun Putra juga belum datang. Ibu Putra menyuruhku untuk ke kamar tamu, dimana letak kamar tamu itu bersebelahan dengan kamar Putra. Ibu Putra menemanikku menuju ke kamar tamu. Beliau sudah mempersiapkan segala sesuatunya, mulai dari pakaian yang akan aku pakai, handuk dan perlengkapan mandi, semuanya telah beliau persiapkan, seakan-akan kedatanganku malam ini sudah terencana.
Setiba di kamar tamu, kami duduk berdua di atas ranjang, kami saling bercerita satu sama lain. Beliau bercerita, bahwa semenjak aku pindah dahulu, rumah menjadi semakin sepi, dan teman bermain Putra hanyalah komputer dan alat elektronik lainnya. Aku pun bercerita segala sesuatunya setelah aku pindah hingga aku bisa kembali lagi ke kota dimana ibu Putra tinggal ini. Aku juga bercerita tentang ibuku, yang membuatku meneteskan air mata dan beliau memelukku, sambil menguatkan aku.
Selanjutnya, malam itupun aku dan ibu Putra tidur di kamar tamu. Aku terlelap sedemikian rupa sehingga aku tak mengerti kedatangan Putra. Esok harinya, pagi benar aku sudah bangun dan mandi, aku membantu ibu Putra menyiapkan sarapan pagi. Tanpa sadar, setelah kejadian semalam, aku semakin menjadi akrab kepada ibu Putra dan aku tak melihat lagi bahwa ada perbedaan diantara kami. Yang aku tau, ibu Putra dan seluruh keluarga Putra adalah baik dan menyukai pribadiku. 
Pagi itu, aku, ibu dan ayah Putra, beserta Putra makan bersama dalam satu meja. Saat itu, aku tak tahu bahwa piring yang aku ambil adalah piring spesial yang khusus hanya untuk Putra. Ibu Putra berkata bahwa piring itu milik Putra, khusus untuk Putra saja, dan menyuruhku memberikannya kepada Putra. Namun justru Putralah yang kembali memberikannya kepadaku dan menyuruhku memakai piring itu. Setelah sarapan, Putra mengajakku untuk belajar bersama di taman belakang, dengan berat hati, aku mengiyakannya. Mau bagaimana lagi, bila menolaknya, aku merasa sungkan kepada kedua orang tua Putra. 
Setiba di taman belakang, hanya aku dan Putra saja di sana. Suasananya sangat cerah, kicauan burung dimana-mana. "Mana buku-bukunya?", tanyaku. Dia hanya diam, kemudian berdiri di tepi kolam ikan. Akupun menghampirinya, dan bertanya apakah mau belajar atau tidak. Segera, jari telunjuknya menutup mulutku seakan-akan menyuruhku berhenti bicara. Kemudian kembali dia yang bertanya, "Selama ini kamu kemana?". Aku bingung dengan pertanyaannya, selama ini aku tidak kemana-mana, aku sekolah dan bukankah kami sekelas dan kami saling bertemu satu sama lain. 
Aku terdiam sejenak, kemudian, aku kembali bertanya, "Beneran, Putra dengan Vinda sekarang?".  Secara tegas Putra menjawab, "Ani, kamu memang gak berubah dari dulu sampai sekarang, kamu tetap aja gak bisa memanggil orang lain dengan kata kamu atau dia, kamu tetap aja memakai namanya. Vinda dan aku hanya sebatas pasangan senior-junior sebagai duta sekolah, kami hanya melakukan kegiatan bersama, namun kami tidak punya hubungan apa-apa. Kenapa? Kamu takut?" 
Secara tegas, aku kembali bertanya sambil menutupi perasaanku, "Takut apa?" 
Dia menarik tanganku, tubuh ini dekat sekali dengan tubuhnya, tangan kirinya memegang tanganku dan tangan kananya berada di pinggangku. Aku kaget, aku hanya terdiam, tidak dapat berkata apa-apa rasanya. Kemudian dia berkata, "Dari dulu sampai kapanpun, jadilah suster yang selalu menemaniku." Wajahnya mendekati wajahku, namun wajahku berpaling darinya. Lalu ia melepaskan tangannya dariku dan masuk ke dalam rumah, kemudian ia kembali lagi dan mengajakku untuk belajar. Aku masih belum paham benar apa yang dia maksudkan lewat kata-katanya tadi. 
Sambil belajar, kami saling bergurau dan bercerita satu sama lain, apa saja kami ceritakan, dari dulu sampai sekarang. Lalu perlahan, kami sama-sama berkhayal, menceritakan masa depan impian kami. Dimulai dari aku, "Kalau Ani, Ani pengen setelah lulus SMA ini, Ani nglenjutin ke akademi keperawatan. Nanti setelah lulus, Ani pengen kerja dengan dokter yang baik, yang nantinya akan jadi suami Ani. Terus, kalau ibu Ani sakit, Ani pengen Ani sendiri yang ngurus ibu Ani. Terus kalau boleh juga, kalau Ani punya rejeki, Ani pengen bangun rumah sakit kecil untuk orang-orang yang membutuhkan. Kalau Putra gimana?" 
Putra meneruskan, "Kalau aku, setelah lulus pengen masuk fakultas kedokteran. Setelah lulus kedokteran umum, aku mau ambil spesialis anak. Terus, selain jadi dokter, aku juga pengen tetep jadi duta budaya dari kota ini. Setelah lulus jadi dokter, aku akan buka klinik anak, yang aku urus bersama kamu. Kamu mau kan An?" 
Aku hanya tersenyum, sambil dalam hati mengaminkan itu semua. 
Dalam hati, aku yakini, kalau sebenarnya Putra juga menyukaiku, trbukti dari kata-kata yang ia ungkapkan, walaupun tersirat, tapi aku tau, Putra pun suka. Mungkin saja, bakatnya sebagai duta itulah yang mendorongnya setiap kali berbicara haruslah sopan , santun , dan tak ada blak-blak an seperti orang awam umumnya.
Hari-hari berlalu, kini bukan lagi siswa atau mahasiswa, kini yang adalah Dokter Putra dan Suster Ani. Kami melewati hari-hari kami berdua di rumah sakit, setiap hari bertemu, kami berangkat dan pulang bersama kadang. 
Dan pangeran itu kini menjadi dokter, dan pangeran itu kini dimiliki oleh seorang gadis jelata yang beruntung itu. Kini, dokter dan suster selalu bersama, tak pernah terpisah. Bulan depan, kami akan menikah, dengan lamaran Putra yang ia sampaikan di rumah sakit. kini, pangeran yang benar-benar mengungkapkan hatinya secara terang-terangan, tanpa tersirat lagi. 
Betapa bahagianya sang gadis jelata yang kini menjadi seorang suster, gadis itu telah memiliki pangeran dan suster itu telah memiliki dokternya. Gadis dan suster itu adalah Ani. Dokter dan Pangeran itu adalah Putra. :) <3



Jumat, 14 Desember 2012

NATAL PERSEKUTUAN SISWA KRISTEN BANYUWANGI



Hari Jumat, 7 Desember 2012 adalah satu even dimana salah satu progam kerja Persekutuan Siswa Kristen Banyuwangi, yakni natal PSKB. PSKB adalah suatu organisasi dibawah naungan Perkantas (Persekutuan Antar Universitas) yang merupakan kumpulan siswa kristen yang bersatu hati dalam pelayanan untuk mengabarkan Firman Tuhan dan untuk memupuk persatuan dan persaudaraan antar siswa kristen. Pada hari jumat, 7 Desember tersebut, siswa-siswi kristen dipertemukan dalam ibadah natal PSKB, yang bertempat di GKT Banyuwangi, dengan Ev.Yafet Wahyudi sebagai pembicara. Acara tersebut dimulai pukul 16.30, dengan 3 orang MC, yakni Lisa dan Riko dari SMAN 1 Giri dan Bisma dari SMPN 1 Banyuwangi. Dengan pemusik Yesicha, Tio, dan Gresika. Acara ini bertemakan "Immanuel, Tuhan Yesus besertaku, tak pernah ditinggalkanku". Acara ini dihadiri oleh sekitar 100 orang siswa-siswi kristen dari SMA-SMP Banyuwangi. Para petugas pelayanan memakai seragam batik. Acara dimulai dengan menyanyikan lagu "Hai mari berhimpun" dan dilanjutkan dengan berbagai pujian bagi kemuliaan Tuhan, hingga tiba saatnya Firman Tuhan. Firman Tuhan yang disampaikan mengingatkan setiap kita bahwa sebagai anak Tuhan, sebagai milik Allah, yang sudah ditebus oleh-Nya, Tuhan selalu menyertai kita, dimanapun kita berada, apapun yang kita lakukan dan bagaimanapun situasi dan kondisi hati kita. Tuhan tetap menyertai kita, dan Tuhan tetap menjaga kita. Oleh karena itu, haruslah kita menghargai Tuhan juga, yang ada dalam setiap kehidupan kita, janganlah kita mendukakan Tuhan dengan berbagai hal-hal buruk dan dosa yang kita lakukan, yang kita pikirkan ataupun perkataan yang kita ucapkan. Berikutnya, adalah penyalaan lilin yang diwakili oleh seorang siswa/siswi dari masing-masing sekolah, mulai dari SMPN 1 Banyuwangi, SMPN 2 Banyuwangi, SMPN 3 Banyuwangi, SMPN 1 Giri, SMPN 1 Glagah, SMPK Santo Yusup, SMAN 1 Banyuwangi, SMAN 1 Giri, SMAN 1 Glagah, SMKN 1 Banyuwangi, SMKN 1 Glagah dan SMAK Hikmah Mandala. Penyalaan lilin ini diiringi dengan lagu "Kami perlu Kau Tuhan" dan disambung sekaligus dengan doa syafaat, dimana pokok-pokok doa yang ada adalah Ujian Akhir Semester, keberadaan siswa-siswi kristen, dan juga mendoakan banyuwangi, kota kami tercinta yang sedang marak-maraknya dengan berbagai even menyambut hari jadi kota Banyuwangi. Selanjutnya, adalah persembahan, dan sambutan dari Ketua Panitia Natal, yakni Peter Permana, siswa SMAN 1 Giri. Selanjutnya ibadah di tutup dengan Doa Persembahan dan Doa Penutup oleh Ev. Yafet Wahyudi yang menjadi pengkotbah dalam acara tersebut.






NATAL GKT WILAYAH - se KABUPATEN BANYUWANGI

Hari Rabu, 5 Desember 2012, Gereja Kristus Tuhan (GKT) se wilayah Kabupaten Banyuwangi, yakni wilayah V, mengadakan ibadah gabungan Natal bersama. Adapun GKT wilayah 5, meliputi GKT Banyuwangi, GKT Syalom Jajag, GKT Galilea Muncar, GKT Siloam Rogojampi, dan GKT Genteng. Ibadah Natal Gabungan ini diadakan di GKT Rogojampi, yang dimulai pada pukul 17.00 dan selesai pada pukul 19.00. Liturgis dari ibadah ini adalah Bapak Sugiono, anggota GKT Rogojampi, dibantu dengan 2 orang singer dari GKT Rogojampi, serta musik band, yakni dari gabungan gereja GKT, natal ini bertemakan Natal Yang Luar Biasa, dimana, firman Tuhan disampaikan oleh Ev.Gumulya, selaku penginjil dan dosen Sekolah Tinggi Theologia Alethea (STTA) Malang. Ibadah ini dibuka dengan pujian "Kau Sungguh Indah Tiada Taranya", yang menyatakan bahwa Tuhan sungguh luar biasa, tanpa Tuhan, tidak ada yang terjadi, dan semuanya yang ada hanya karena kasih dan bagi kemuliaan Tuhan saja. Dilanjutkan dengan doa pembukaan dan puji-pujian lainnya, dan drama mengenai persiapan natal di berbagai tempat, hingga tiba di puncak ibadah, yakni penyampaian Firman Tuhan. Firman Tuhan yang disampaikan memiliki inti bahwa dari seluruh persiapan natal yang ada, entah tari-tarian, puji-pujian, ibadah dan perayaan natal, ataupun segala pernak-pernik natal, dan lain-lain adalah harus mengarah dan tertuju hanya kepada Tuhan saja, jangan sampai seluruh kegiatan natal yang ada hanya menjadi ajang kebiasaan, ajang belanja dan bersenang-senang, dan membuat kita melupakan arti dan makna natal yang sebenarnya. Di natal ini, kembali Tuhan mengingatkan, bahwa makna natal adalah memperingati lahirnya Allah menjadi manusia, Allah yang rela turun ke dunia untuk menebus dosa umat-Nya, yang percaya kepadanya. Setelah Firman Tuhan, dilanjutkan dengan acara berikutnya, yakni persembahan dengan pujian "Semua Bagi Tuhan Yesus", selanjutnya dilanjutkan dengan Doa Persembahan dan Doa Syafaat. Setelah persembahan, perayaan lilin dimulai, semua lampu dimatikan, lagu "Seribu Lilin" dinyanyikan bersamaa dengan penyalaan lilin yang dimulai dari lilin besar diatas panggung, yang satu per satu dinyalakan oleh panitia natal, majelis wilayah, dan perwakilan majelis dari tiap-tiap gereja. Kemudian, perlahan-lahan, lilin jemaat menyala, hingga setelah seluruh lilin menyala, Doa dihaturkan. Lilin-lilin itu yang bersinar di tengah kegelapan adalah makna, bahwa sebagai anak Tuhan, kita harus menjadi terang dalam kegelapan ini, saat itu, lilin dan terang itu berkumpul di gereja, di satu tempat, namun setelah ibadah itu, lilin dan terang itu akan menyebar dan tugas kitalah, sebagai anak-Nya, tetap bersinar, tetap menjadi terang dan berkat, bukan malah menjadi batu sandungan. Setelah itu, pengumuman di sampaaikan oleh Ketua majelis Wilayah, yakni Pdt. Misael Ubik, selaku Gembala Sidang di GKT Muncar, dalam pengumuman ini disampaikan pula, bahwa natal wilayah tahun depan akan diselenggarakan di GKT jajag. Selanjutnya, ibadah pun di tutup dengan doxologi, seluruh kemuliaan dikembalikan lagi kepada Tuhan, dan doa penutup sekaligus doa berkat disampaikan oleh Bapak Misael Ubik. Demikianlah rangkaian acara dari natal wilayah GKT se-kabupaten Banyuwangi tahun 2012. Semoga dapat menjadi natal yang luar biasa, sesuai dengan temanya. GBU.